Penulis: Sakari Kuikka, General Manager, SEA & Oceania, Universal Robots
Kombinasi robotik dan otomasi dapat mendukung proses operasional di industri manufaktur dan mendorong terwujudnya Industri 4.0.
Revitalisasi sektor manufaktur telah menjadi fokus utama pemerintah setelah terbitnya laporan Kementerian PPN/Bappenas (Kebijakan untuk Mendukung Pengembangan Sektor Manufaktur Indonesia 2020-2024). Laporan ini memperingatkan bahwa Indonesia tidak akan pernah 'naik kelas' dari negara berpenghasilan menengah-bawah ke negara berpenghasilan ke negara berpenghasilan menengah-atas jika gagal mencapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) setidaknya tujuh persen[1].
Indonesia, salah satu negara Asia dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, telah mencatatkan pertumbuhan PDB sedikitnya di atas 5 persen selama empat tahun terakhir. Tren pertumbuhan ini diprediksi akan tetap stagnan atau tidak akan melebihi enam persen[2].
Pertumbuhan tinggi dapat dicapai hanya dengan basis manufaktur yang lebih kokoh dan memanfaatkan teknologi yang lebih modern, serta memproduksi komoditi/barang yang lebih bernilai tinggi dan beragam. Faktanya, sektor ini justru menurun kontribusinya terhadap PDB, dari 27% pada tahun 1997 menjadi 20% pada 2018[3].
Indonesia berada di tahap awal (nascent stage) adopsi Industri 4.0, atau masih berada di belakang Singapura dan Malaysia yang sudah di tahap maju (leading stage[4]). Indonesia harus mengambil langkah segera untuk mengadopsi teknologi baru dalam mentransformasi sektor manufaktur.
Robotik Sebagai Roda Pertumbuhan
Adopsi Industri 4.0 adalah penggerak pertumbuhan dan memiliki implikasi penting bagi pengembangan sektor ini. Ini disorot dalam peta jalan (roadmap) "Making Indonesia 4.0" pada bulan April 2018, yang menggarisbawahi potensi besar bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin ekspor dan satu dari sepuluh negara dengan ekonomi terbesar dunia pada tahun 2030.
Untuk itu, fokus harus diarahkan pada peningkatan produktivitas, menarik lebih banyak investasi asing, dan mendukung peningkatan upah serta standar hidup di dalam negeri.
Terkait dengan persiapan Indonesia untuk membangun sektor manufaktur yang kokoh menuju pertumbuhan yang berorientasi ekspor, pendayagunaan teknologi yang berkembang saat ini, seperti robotic, akan menjadi salah satu kunci untuk mewujudkan aspirasi Indonesia menjadi negara ekonomi papan atas.
Bagaimana 'Cobot' Berperan Mendukung Industri 4.0
Otomasi sangat penting bagi semua perusahaan yang ingin meningkatkan value chain (rantai nilai). Sayangnya, mesin besar dengan fungsi kompleks terlalu mahal dan mengintimidasi untuk beroperasi bagi UKM. Seperti kita ketahui, 99% unit usaha di Indonesia adalah berupa usaha kecil menengah[5].
Robot kolaboratif atau Collaborative Robot (Cobot) mengubah cara robotik dan otomasi dapat membantu perusahaan dalam berbagai skala bisnis meningkatkan proses operasional. Cobot dirancang untuk dapat bekerjasama dengan manusia/pekerja, bersifat ringan, kompak, dan fleksibel sehingga memungkinkannya bekerja di ruang kecil dan di berbagai industri.
Cobots juga memiliki total biaya kepemilikan (TCO) yang kompetitif jika dibandingkan dengan robot industri tradisional karena lebih murah pemasangannya (setup). TCO mencakup biaya langsung dan tidak langsung, termasuk pemeliharaan, perubahan tata letak lantai pabrik, pelatihan karyawan, dan aturan keselamatan (biasanya diperlukan untuk robot industri tradisional). Selain itu, program intuitif Cobots memperpendek proses pelatihan (short learning curve), bahkan memungkinkan karyawan dengan keahlian terbatas rendah (lower-skill) dapat memakainya dengan mudah.
PT JVC Electronics Indonesia (JEIN), bagian dari JVC Kenwood, produsen elektronik entertainment system multinasional, telah mengimplementasikan Cobot di fasilitas manufakturnya di Indonesia, dalam upaya untuk mengganti proses manualnya dengan sistem otomatis agar tetap kompetitif.
Perusahaan memasang tujuh unit Cobot dari Universal Robots (UR) UR3 pada tahun 2016, yang berdampak positif dalam menekan biaya operasional lebih dari US$ 80.000 per tahun.
Pada awalnya, para teknisi enggan untuk mengganti proses manual yang telah mereka gunakan selama 20 tahun terakhir ini. Namun, proses peralihan ini justru mengejutkan mereka karena pelatihan dengan robot hanya memakan waktu empat hari. Bahkan dalam sebulan, para teknisi telah merasa nyaman dengan sistem baru tersebut.
Pendidikan, Vital dalam Menggerakan Industri 4.0
Meskipun memiliki populasi pekerja terbesar keempat di dunia, pekerja terlatih di Indonesia sangat terbatas. Anggara belanja pendidikan pemerintah hanya US$ 114 per kapita, sedangkan belanja litbang (R&D) terhitung hanya 0,1 hingga 0,3% dari PDB. Pemerintah menyadari kendala utama ini dan memprioritaskannya secara nasional, termasuk menciptakan program mobilitas tenaga kerja profesional, meningkatkan pusat litbang, dan melibatkan produsen global untuk mempercepat transfer teknologi.
Di luar itu, di sektor swasta, perusahaan seperti UR merupakan kunci untuk meningkatkan skillset (keahlian) serta memberikan inspirasi bagi dunia pendidikan. Akademi UR menawarkan modul pembelajaran online gratis untuk perusahaan dalam mengadopsi robotik. Ini menurunkan hambatan otomasi dengan membuat keterampilan pemrograman inti tersedia bagi pengguna cobot, terlepas dari pengalaman atau latar belakang dalam robot. UR juga meluncurkan pelatihan di kelas di Singapura. Pelatihan ini terbuka untuk umum, termasuk partisipan internasional.
Indonesia didukung oleh sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan daya saing. Di antaranya, jumlah tenaga yang besar, permintaan domestik yang kuat, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan sumber daya alam yang melimpah. Kini, segala keunggulan tersebut perlu dimanfaatkan dan mengambil potensi penuh dari teknologi Industri 4.0, seperti Cobot. Dengan mengadopsi Cobot, industri manufaktur atau produsen memiliki peluang yang sangat nyata untuk meningkatkan daya saing mereka, untuk melejitkan Indonesia ke 10 negara terkuat ekonomi dunia.
[1] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html
[2] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html
[3] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html
[4] https://www.globeasia.com/special-reports/embracing-fourth-industrial-revolution/
[5] https://via.news/politics/indonesia-vice-presidential-debate-2019-fact-checking/
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR