Sebagai tambahan, Rumayya juga menjelaskan bahwa rata-rata kesediaan konsumen di non-Jabodetabek untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan adalah sebesar Rp 4.900/hari.
Jumlah itu lebih kecil 6 peren dibandingkan rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang sebesar Rp 5.200/hari.
"Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan Pemerintah," tegas Rumayya.
Rumayya mengatakan sebanyak 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama. Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan.
"Perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen," ucap Rumayya.
Survei RISED itu berjudul "Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia". Penelitian itu dilakukan untuk mengetahui respon konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif yang berpedoman pada Kepmenhub No. 348 tahun 2019, sekaligus memberikan gambaran terkait willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen terhadap layanan ojol.
Survei dilakukan pada 3000 konsumen ojol di 9 wilayah di Indonesia yang mewakili 3 zona yang disebut dalam Kepmenhub tersebut, yaitu Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar, dan Malang, dan dilakukan dari 29 April sampai 3 Mei 2019.
Inflasi Pada Bulan Ramadan
Sementara itu, Ekonom UI Dr. Fithra Faisal menyayangkan momentum kenaikan tarif ojol yang terjadi sesaat sebelum Bulan Ramadan.
Seperti diketahui, inflasi cenderung meningkat saat Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tiba, menyusul tingginya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas seperti makanan/minuman dan sandang.
"Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen per bulannya," ujar Fithra.
Rumayya mengatakan pemerintah harus mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis ojol karena berkurangnya permintaan ojol akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi karena konsumen enggan menggunakan ojol lagi.
"Perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi," tutup Rumayya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR