Departemen Perdagangan AS sedikit melonggarkan larangan kerjasama antara perusahaan AS dengan Huawei. Melalui sebuah nota, Huawei mendapat izin sementara sepanjang 90 hari untuk meneruskan kerjasama dengan perusahaan AS.
Akan tetapi, izin sementara ini hanya untuk kerjasama yang sudah memiliki lisensi. Kerjasama yang membutuhkan lisensi baru tetap harus meminta izin Pemerintah AS dan kemungkinan besar tetap dilarang.
Alasan penundaan sanksi terhadap Huawei ini sendiri tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah soal ekonomi. Pemerintah AS mulai menghitung ulang dampak pelarangan ini terhadap ekonomi mereka. Information Technology and Innovation Foundation, sebuah grup riset dan perdagangan, memperkirakan pelarangan ekspor teknologi ke Huawei ini akan menimbulkan kerugian US$56,3 miliar.
Bukan itu saja. Kisruh perdagangan ini juga akan membuat 74.000 lapangan kerja di AS hilang karena turunnya permintaan. Padahal, salah satu janji kampanye Presiden Donald Trump adalah peningkatan lapangan kerja.
BACA JUGA: Bisakah Huawei Bertahan tanpa Teknologi AS?
Pemerintah China pun juga mulai menunjukkan perlawanan. Minggu ini, Presiden China Xi Jinping melakukan kunjungan yang tak biasa ke pabrik JL Mag Rare-Earth. JL Mag Rare-Earth sendiri adalah perusahaan yang menambang material magnetik langka yang dibutuhkan industri otomotif dan energi.
Kunjungan Xi Jinping ini menjadi isyarat halus kalau Pemerintah China akan menggunakan material langka itu sebagai senjata dagang. China bisa saja membalas tindakan AS ke Huawei dengan melarang ekspor material langka ke AS. Jika itu terjadi, ekonomi AS pun akan semakin terhantam.
Melunaknya sikap AS ini menjadi pertanda baik akan adanya jalan tengah terhadap kisruh perdagangan AS dan China. Dari kacamata Huawei sendiri, jeda waktu 90 hari ini setidaknya memberikan ruang bernafas untuk menyusun strategi jika pelarangan Pemerintah AS berlaku sepenuhnya.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR