Pemerintah telah melakukan pembatasan akses terhadap media sosial dan aplikasi pesan instan WhatsApp untuk mencegah penyebaran informasi dan konten hoaks sejak Rabu, menyusul kerusuhan yang terjadi di beberapa titik kota di Indonesia.
Kebijakan itu pun menuai pro dan kontra karena banyak juga orang Indonesia yang jualan online di WhatsApp dan Facebook.
"Kebijakan ini tidak bisa pilah pilih, saya sampaikan, ada 200 juta SIM card, di masyarakat ada 170 juta orang yang mengakses internet. Kalau WhatsApp satu per satu bisa di-address, tetapi penggunanya WhatsApp sekitar 150-200 juta, sulit untuk di-address," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di Jakarta.
Karena itu, Rudiantara meminta maaf kepada para pengguna Internet yang sementara ini tidak dapat menggunakan fitur berbagi foto dan video di media sosia dan WhatsApp.
"Kalau jualan online kan kebanyakan (menggunakan fitur berbagi) gambar di media sosial terkena dampaknya, saya turut prihatin. Namun yang kami jaga itu eksistensi NKRI," tuturnya.
Rudiantara mengatakan pembatasan aplikasi pesan instan WhatsAppp dan media sosial telah sesuai dengan mandat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 40 karena pemerintah memiliki kewajiban untuk membatasi konten yang dianggap melanggar.
"Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat dari penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum, inikan jelas mengganggu ketertiban umum," kata Rudiantara.
Sampai Kapan?
Rudiantara belum menginformasikan secara detail kapan pemerintah akan mencabut pembatasan fitur pada aplikasi pesan dan media sosial. Ia hanya mengatakan fitur media sosial maupun aplikasi pesan instan akan kembali normal ketika situasi sudah tenang.
"Kita sama-sama berdoa agar situasi segera pulih sehingga semua fitur media sosial maupun instant messaging WhatsApp bisa difungsikan kembali," kata Rudiantara.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR