Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan gaming disorder atau kecanduan bermain video game sebagai gangguan mental. Kecanduan game masuk dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-11).
Sebagai informasi, ICD merupakan daftar penyakit, gejala, tanda, dan penyebab yang dikeluarkan oleh organisasi yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
Sebenarnya, kecanduan game sudah masuk ke dalam draf klasifikasi tersebut 2017. Namun baru kali ini semua anggota WHO menyetujui draf tersebut. Draf ini sendiri akan berlaku pada 1 Januari 2022.
Kecanduan video game sendiri diklasifikasikan ke dalam disorders due to addictive behavior, atau penyakit yang disebabkan oleh kecanduan.
Penjelasan Medis
Jika melihat dokumen WHO ICD-11, kecanduan game ini ditunjukkan melalui:
1. Tidak mampu mengontrol kelakukan dalam bermain game (seperti frekuensi atau durasi)
2. Memprioritaskan bermain game dibanding kegiatan keseharian
3. Terus bermain game meski mendapat konsekuensi negatif (baik dari sisi sosial, pendidikan, atau keluarga) dari kegiatan bermain game tersebut.
Dalam sebuah rangkaian tweet, Dr. John Jiao menjelaskan makna dari kecanduan bermain game (atau disebut video game addiction, VGA).
"VGA bukan terkait jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain. Melainkan saat game lebih dipentingkan ketimbang kesehatan, kebersihan, hubungan, finansial, dan lainnya," tulis Jiao seperti dikutip Mashable.
"Contohnya ketika anda bermain 4 jam per hari namun itu menyebabkan anda mengabaikan keluarga, dipecat dari pekerjaan, dan lainnya, itu adalah kecanduan," pungkasnya.
Konteksnya menjadi berbeda jika Anda seorang pemain video game profesional "Jika pekerjaan Anda adalah bermain 12 jam per hari, namun bisa membayar tagihan, tetap berkumpul bersama teman, dan mempunyai hubungan sosial, maka itu bukan kecanduan," tambahnya.
Protes Industri
Akan tetapi, masuknya kecanduan game sebagai gangguan mental membuat industri game meradang. Seo Hyun-il, juru bicara Korea Association of Game Industry menyebut tindakan WHO ini akan menimbulkan persepsi negatif tentang video game. "Jika video game dianggap seperti obat terlarang, siapa yang akan membolehkan anaknya bermain game atau masuk ke industri game?" ungkap Seo Hyun-il.
Kekhawatiran Seo Hyun-il ini menjadi wajar karena Korea Selatan adalah ekportir video game nomor lima terbesar di dunia. Tahun ini, nilai bisnis video game Korea Selatan sekitar US$11,7 miliar.
Akan tetapi, Dr. John Jiao menyebut, langkah WHO ini akan membantu mereka yang benar-benar kecanduan video game. "Dengan begitu, mereka dapat berkonsultasi dengan dokter atau psikiater" ungkap John.
Dan karena sudah dianggap bagian dari kecanduan, pihak asuransi berkewajiban menanggung biaya dari konsultasi tersebut sehingga korban kecanduan game bisa mendapat penanganan semestinya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR