Sebelumnya, pemerintah Gujarat memang telah menjadikan PUBG Mobile sebagai permainan terlarang lantaran dianggap berdampak buruk terhadap perilaku, perbuatan, dan perkataan bagi mereka yang memainkannya.
Para orangtua dan pendidik juga menilai permainan itu memicu kekerasan dan membuat para pelajar tak mempedulikan pelajaran sekolah mereka.
Seorang menteri di negara bagian Goa bahkan menggambarkan PUBG sebagai "setan di setiap rumah" karena pengaruhnya yang sangat adiktif untuk mereka yang memainkannya seperti dikutip BuzzFeedNews.
Pelarangan main PUBG di Ahmedabad telah dicabut tak lama setelah penangkapan Ansari pada bulan Maret lalu.
Pemerintah mencabut pelarangan ini lantaran anak-anak sekolah di sana sudah melewati tahap ujian nasional di sekolahnya masing-masing.
Sehingga, tidak ada ancaman dari game PUBG yang bakal mengganggu fokus para remaja ini untuk belajar.
Aturan tersebut juga sempat berlaku di beberapa kota di negara Gujarat lain seperti Vadodara dan Rajkot.
Pelarangan bermain PUBG dicabut lantaran juga ada desakan dari pihak yang mewakili kaum pemuda India.
Sebab, ketika para pemuda ini ditangkap karena hal konyol seperti bermain PUBG, itu akan mempengaruhi catatan kriminal mereka, belum lagi dampak psikologis yang dialami.
Misalnya, mereka akan kesulitan untuk membuat dokumen-dokumen negara, seperti paspor, karena catatan kelakuan mereka sudah tercoreng.
Begitu pula ketika mereka hendak mencari pekerjaan. Saat pelarangan bermain game PUBG berlaku, kepolisian Gujarat sempat meringkus setidaknya 21 remaja yang memainkan game PUBG di tempat umum. Empat di antaranya adalah Ansari dan kawan-kawan.
Sebagai reaksi atas anggapan bahwa game bikinannya membuat kecanduan, Tencent selaku pemilik PUBG Mobile belakangan memberlakukan batasan waktu bermain maksimal 6 jam setiap hari.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR