Pemerintah AS secara resmi mewajibkan pemohon visa ke AS untuk menyebutkan akun media sosial mereka. Di situs permohonan visa, pemohon harus mengisi menu nama akun mereka untuk beberapa situs media sosial besar (seperti Facebook dan Twitter). Pilihan “tidak memiliki akun” akan tersedia bagi Anda yang memang tidak memiliki media sosial.
Memberikan informasi bohong atas akun media sosial akan menimbulkan konsekuensi imigrasi yang serius, ungkap salah satu pejabat Pemerintah AS.
Wacana untuk meminta info akun media sosial sudah muncul sejak Maret 2018. Aturan ini juga sudah diimplementasikan ke sebagian kecil pemohon visa, utamanya yang berasal dari negara konflik. Namun aturan yang muncul Kamis (1/6) kemarin akan berefek kepada sebagian besar pemohon visa ke AS.
Pemohon visa ke AS sendiri berkisar di angka 15 juta orang per tahun.
“Langkah ini penting dilakukan untuk meningkatkan proses penilaian dari semua orang yang ingin masuk ke AS” ungkap salah satu pejabat Pemerintah AS. Informasi media sosial pemohon akan dijadikan salah satu alat penilaian dalam pemberian visa. “Langkah ini akan melindungi rakyat AS dari bahaya teroris dan individu yang ingin mencelakakan keamanan” tambah pejabat tersebut.
Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Barack Obama mendapat kritikan tajam setelah memberikan visa kepada Syed Farook, suami dari Tashfeen Malik. Di tahun 2015, pasangan suami-istri ini melakukan penembakan yang menewaskan 14 orang di kota San Bernardino, AS.
Kritik muncul karena Tashfeen Malik sebenarnya berulang kali mengungkap simpatinya kepada aksi teroris di media sosial. Jika pihak imigrasi memperhitungkan pandangan seseorang berdasarkan jejak digital di media sosial, pemberian visa kepada oknum berbahaya bisa dihindari.
Akan tetapi, aturan ini juga menunjukkan semakin berkurangnya privasi pengguna di media sosial. Jadi jika Anda berniat berkunjung ke AS di masa depan, ada baiknya menjaga jejak digital Anda di media sosial.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR