Saat ini semakin banyak petinggi perusahaan yang melirik Artificial Intelligence (AI). Pendekatan berbasis AI dianggap dapat menjadi competitive advantage bagi perusahaan di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat.
Fenomena tersebut tercermin dari Gartner Trend Insight Report berjudul Deliver Artificial Intelligence Business Value. Laporan tersebut memuat survei yang menanyakan apa teknologi yang memiliki dampak terbesar bagi operasional perusahaan. Responden survei yang terdiri petinggi perusahaan dari berbagai negara secara konsisten menunjuk AI sebagai jawabannya, di atas teknologi lain seperti cloud-based API platform, Internet of Things, Blockchain, atau 3D printing.
Tak heran jika Mike Rollings, Research VP Gartner menyebut, AI akan menjadi teknologi paling inovatif sekaligus disruptif dalam 10 tahun ke depan. “Manfaat bisnis dari implementasi AI awalnya lebih banyak ke customer experience, setelah itu ke efisiensi biaya. Namun di tahun 2021, pemanfaatan AI akan mengarah kepada sumber pendapatan baru” ungkap Mike Rollings.
Tentukan Ekspektasi
Akan tetapi belajar dari pengalaman, perusahaan harus berhati-hati untuk tidak terjebak dalam jargon dan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap teknologi baru seperti AI ini. Saat memutuskan untuk mengadopsi AI, perusahaan harus bisa mendefinisikan tujuan secara realistis dan sesuai kemampuan. Keputusan mengadopsi AI tidak bisa didasari ekspektasi berlebihan dan FOMO (fear of missing out).
Sebagai contoh, perusahaan belum bisa bicara AI jika tidak memiliki basis data yang memadai. Hal ini karena insight dari AI muncul berdasarkan analisa atas sekumpulan data. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk menata kualitas data perusahaan sebelum melangkah ke AI.
Jika kualitas data sudah memadai, perusahaan perlu mengidentifikasi aspek bisnis yang potensial untuk dibantu teknologi AI. Gartner menyarankan perusahaan untuk melihat proses bisnis ketika interaksi maupun keahlian manusia menjadi krusial. Hal ini karena AI dapat “meniru” apa yang dilakukan manusia secara lebih cepat dan efisien.
Ibrahim Arief, VP Engineer Bukalapak, pernah berbagi dua patokan atau rule of thumb untuk mengidentifikasi pekerjaan yang cocok digantikan AI. Patokan pertama adalah jika pekerjaan tersebut membosankan dan berulang (boring and repetitive). Patokan kedua adalah jika sebuah pekerjaan secara hipotesis bisa dilakukan jika ada seribu orang yang mengerjakan.
Jika sebuah pekerjaan memenuhi salah satu patokan tersebut, pekerjaan tersebut potensial untuk mengadopsi teknologi AI.
Tantangan Implementasi AI
Jika perusahaan sudah mengidentifikasi aspek bisnis yang cocok untuk teknologi AI, tantangan besar masih harus diatasi. Yang utama adalah sulitnya menemukan use cases yang sesuai kebutuhan mengingat AI tergolong teknologi baru. Berdasarkan survei Gartner, dua dari tiga responden mengaku kesulitan menemukan starting point dari implementasi AI.
Karena itu, Gartner merekomendasikan perusahaan untuk menetapkan timeline yang realistis terhadap implementasi AI. Perusahaan juga harus memahami, ROI (Return of Investment) dari implementasi AI akan sulit dihitung. Hasil optimal dari implementasi AI berkisar pada peningkatan efisiensi dan penurunan biaya, namun itu pun membutuhkan waktu.
Akan tetapi, semua tantangan tersebut seharusnya tidak menyurutkan langkah perusahaan untuk implementasi AI. Plus-minus yang terjadi saat mengelola teknologi AI akan memberikan pelajaran berharga, sehingga perusahaan bisa mencapai tujuan sesungguhnya: menjadi perusahaan yang memiliki competitive advantage karena AI.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR