Saat ini, hampir semua yang terhubung ke internet rentan terhadap serangan siber.
Pada saat yang sama, jumlah, jenis, dan kecanggihan serangan juga terus mengalami peningkatan. Tak hanya organisasi besar yang terancam, semua individu yang aktif berinteraksi di internet pun dapat menjadi korban kejahatan siber.
Vendor sekuriti asal Slowakia, ESET, pada tahun 2016 melakukan survei tentang tingkat pengetahuan dan pemahaman siber di negara-negara Asia Pasifik yang memiliki intensitas penggunaan internet tertinggi. Dari riset tersebut, Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah setelah India yang menempati posisi paling buncit.
Lalu bagaimana dengan survei terbaru yang dilakukan ESET pada tahun 2019?
Dari survei yang melibatkan 2.000 responden asal Indonesia, diperoleh hasil bahwa 50% responden sudah sangat percaya diri dengan pengetahuan keamanan siber mereka. Ini tentu sangat mengejutkan mengingat pada riset tahun 2016 hanya 25,1%. Ini artinya terjadi peningkatan hampir 100%.
Yudhi Kukuh selaku IT Security Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, menyambut baik kabar gembira ini. Yudhi menyebut, insiden keamanan siber di Indonesia dalam rentang waktu 2016-2019 turut memiliki andil.
Namun demikian, Yudhi menghimbau belum waktunya untuk berpuas diri. "Edukasi harus terus digalakkan karena masih ada separuh lagi yang perlu diingatkan," sebut Yudhi.
Pada saat yang sama, pengguna internet di Indonesia masih tergolong awam mengenai serangan virus. Edukasi untuk virus, ransomware, rogue software, serta fitur keamanan yang lebih canggih seperti 2FA masih harus digalakkan. Ini berjalan konsisten dengan anggapan bahwa hanya 50% orang Indonesia memiliki pengetahuan tentang ancaman siber.
Demikian halnya dengan ancaman malware yang umum, seperti e-mail phishing dan trojan horse yang tidak begitu dikenal. Ini memperkuat hasil sebelumnya bahwa ada kebutuhan untuk mendidik konsumen tentang berbagai ancaman keamanan siber.
Berita baiknya, 90% responden survei Indonesia mau menerima lebih banyak informasi tentang keamanan siber, lebih besar dari hasil survei untuk seluruh Asia Pasifik secara keseluruhan yang hanya sebesar 78%.
Angka ini menunjukkan besarnya kemauan masyarakat untuk belajar lebih banyak dan selalu update tentang lanskap keamanan siber dan tindakan pencegahan apa yang dapat diambil.
Temuan ini harus ditindaklanjuti secara aktif oleh semua pemangku kepentingan, baik pemerintah, vendor keamanan, institusi pendidikan, perusahaan, dan organisasi. Salah satunya dengan memberikan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan.
KOMENTAR