Serangan siber menjadi suatu hal yang sangat ditakuti dan berbahaya bagi kelangsungan hidup sebuah instansi maupun perusahaan.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ada 10 juta serangan yang mengakibatkan kerugian perkembangan teknologi digital atau serangan siber diperkirakan terjadi setiap hari di seluruh dunia.
Indonesia sendiri termasuk sebagai top country cyber attack, dan menjadi negara peringkat ketiga yang masuk dalam radar sasaran serangan siber.
Tidak banyak perusahaan yang dapat menghindar dari serangan siber tanpa menggunakan keamanan industri maupun individual.
Menurut Sophos, pemimpin global keamanan jaringan dan endpoint, mengungkapkan lebih dari dua pertiga atau 69 persen perusahaan di Australia pada tahun 2018 dilanda serangan siber.
Laporan Tahunan Honeynet Project tahun 2018, Badan Siber dan Sandi Negara melaporkan bila jumlah serangan siber yang menyerang Indonesia pada 21 sensor yang telah terpasang adalah sebanyak 12.895.554 serangan.
Bicara serangan siber menggunakan ransomware, permulaan yang baik adalah mempunyai alat anti-ransomware yang kuat dan membuat serangkaian cara terbaik untuk mengamankan jaringan serta data menyeluruh.
Berikut enam cara mengimplementasikan fungsi firewall untuk memblokir ransomware :
1. Pastikan adanya perlindungan yang tepat.
Dari mesin IPS next-generation firewall (NGFW) yang berkinerja tinggi ke kotak pasir, serta ke enkripsi dan cadangan.
Perusahaan perlu menempatkan alat pada tempatnya agar dapat memutuskan pendekatan proaktif seperti apa yang cocok terhadap keamanan siber yang dibutuhkan.
2. Meminimalisir area yang dapat dijangkau oleh serangan siber.
Periksa seluruh rangkaian port-forwarding untuk mengeluarkan port-port yang masih terbuka, setiap port yang masih terbuka berpotensi untuk membuka jaringan.
Apabila memungkinkan, gunakan VPN untuk mengakses segala macam jaringan internal dari luar dibandingkan dengan menggunakan port-forwarding.
Selain itu, pastikan port yang terbuka dapat diamankan dengan menerapkan perlindungan IPS sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. Menerapkan teknologi sandbox pada lalu lintas web dan email.
Hal ini untuk memastikan semua file aktif mencurigakan yang masuk melalui unduhan web ataupun yang masuk sebagai lampiran email telah dianalisis terlebih dahulu sebelum masuk ke jaringan.
Sebagai bagian dari ini, menonaktifkan lampiran dokumen berukuran besar melalui email juga jadi upaya untuk menghentikan infeksi di trek mereka.
4. Minimalisir risiko perpindahan lateral.
Perusahaan harus meminimalisir risiko perpindahan lateral dalam jaringan dengan membuat segmentasi LAN lebih kecil, zona yang terisolasi, atau VLAN yang dapat diamankan dan dihubungkan dengan firewall.
Pastikan untuk menerapkan kebijakan IPS yang sesuai dengan pengaturan lalu lintas yang melintasi segmen LAN untuk mencegah eksploitasi, worm, dan bot yang menyebar di antara segmen LAN.
Selain itu, jangan mengaktifkan daya lebih banyak dari yang dibutuhkan pengguna. Hal ini tentunya akan langsung mengurangi risiko yang ada.
5. Secara otomatis mengisolasi sistem yang terinfeksi.
Ketika suatu perusahaan sedang menghadapi serangan siber, penting untuk diketahui bahwa solusi untuk keamanan IT-nya adalah dengan cepat mengidentifikasi sistem yang berbahaya
Serta memisahkannya sampai sistem tersebut dapat dibersihkan pada waktunya (baik secara otomatis atau manual).
6. Tetap up to date.
Malware yang tidak masuk melalui dokumen sering kali mengandalkan bug keamanan dalam aplikasi populer, termasuk pada Microsoft Office, browser internet, Flash, dan banyak lagi.
Jika suatu perusahaan terus menerus menutup celah serangan siber (patching), maka akan lebih aman terhadap serangan yang akan datang.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR