Saat ini mungkin tidak ada perusahaan teknologi yang memiliki rentang bisnis seluas IBM. Mereka memiliki unit bisnis hardware, software, infrastructure services, dan consultant services. Namun luasnya rentang bisnis ini tak pelak membuat kompleksitas juga sangat tinggi. Di tiap area tersebut, IBM menghadapi kompetisi yang ketat jika ingin tetap relevan di era ekonomi digital ini.
Tantangan inilah yang kini diemban Tan Wijaya yang kini dipercaya sebagai President Director IBM Indonesia. Ia menggantikan Megawati Khie, yang sebenarnya baru 11 bulan di posisi tersebut. “Dinamika di IBM memang sangat tinggi, karena IBM adalah the most complex organisation” ungkap Tan mengakui.
Namun seperti sosok yang kami kenal, Tan terlihat tetap tenang menghadapi tantangan tersebut. “Saya berharap bisa menyatukan empat divisi ini menjadi One IBM yang memberikan nilai lebih kepada konsumen” ungkap Tan saat ditanya misinya memimpin IBM Indonesia.
Pengalaman Panjang
Ketenangan Tan sepertinya tak lepas dari pengalamannya selama ini. Meski “baru” tujuh tahun berkarir di IBM Indonesia, Tan sudah merasakan bekerja di tiga divisi IBM, yaitu hardware, infrastructure services, dan consultant services. “Saya juga pernah berada di tim account commercial, channel, dan cross industry” cerita Tan.
Karena matriks organisasi di IBM yang datar, Tan praktis pernah merasakan langsung setiap aspek bisnis di IBM. Hal inilah yang mungkin menjelaskan mengapa sosok Tan yang terbilang muda (38 tahun) sudah dipercaya memimpin IBM Indonesia.
Komposisi bisnis IBM Indonesia sendiri sebagian besar di area services, baik di sisi infrastruktur dan konsultan. Sisanya terbagi dua antara hardware dan software. “Angkanya mirip seperti komposisi IT spending di Indonesia yang 40-50% berada di area services” ungkap pria yang kuliah di Fisika Nuklir UI dan Teknik Komputer Binus secara bersamaan ini.
Berdasarkan pengalaman IBM menemani banyak perusahaan Indonesia mengadopsi teknologi informasi, Tan melihat setiap sektor industri kini sedang berlomba melakukan transformasi digital. “Contohnya di industri perbankan, kini trend-nya adalah digital banking transformation” cerita Tan. Di industri manufaktur, banyak perusahaan kini mulai bersiap menyambut era Industry 4.0, termasuk mengimplementasikan AI dalam skala yang lebih besar.
Sementara di industri asuransi, mulai masuk ke RPA (Robotic Process Automation). Namun kecenderungan yang merata di hampir semua industri adalah keinginan untuk melangkah ke cloud. “Jadi perusahaan mencari solusi IT yang fleksibel dan agile, dan di sisi lain juga menurunkan cost” tambah Tan. Karena itulah ketika ditanya fokus IBM Indonesia ke depan, Tan menyebut journey to cloud dan Industry 4.0 sebagai jawabannya.
Perjalanan ke Cloud
Ketika bicara cloud, asumsi banyak orang mungkin langsung mengarah ke penyedia layanan cloud seperti AWS atau Microsoft Azure. Akan tetapi, Tan mengungkapkan fakta menarik. “Hanya 20% perusahaan yang akan pindah ke public cloud, sementara sisanya berada di hybrid cloud” ungkap Tan mengutip survei yang pernah dilakukan IBM. Hybrid cloud dipilih karena banyak perusahaan yang ingin fleksibel dalam memindahkan workload-nya dari on-premise ke cloud (maupun sebaliknya).
Akan tetapi, mewujudkan fleksibilitas itu tentu bukan hal yang mudah. Di sinilah Tan melihat IBM Indonesia bisa menjadi krusial. “Kekuatan IBM adalah kami sejak awal fokus di hybrid cloud” tambah Tan. Namun pria yang hobi main game ini menyebut, IBM bisa membantu perusahaan dalam menempuh journey to cloud di berbagai level. Contohnya menentukan legacy applications yang cocok pindah ke cloud.
Jika sebuah perusahaan ingin membangun aplikasi dari awal yang cloud ready, IBM pun bisa membantu. “Tim services kami bisa membantu membuat aplikasi berbasis container atau micro services, dan tim IBM Software memiliki platform untuk aplikasi seperti itu” tambah Tan. Bahkan jika perusahaan sudah di cloud dan ingin menyerahkan pengelolaannya ke pihak ketiga, IBM pun bisa membantu.
Dengan kata lain, IBM dapat menemani perjalanan tiap perusahaan Indonesia menuju era cloud computing. “Sosok” IBM seperti inilah yang ingin diwujudkan Tan ke depan, tidak seperti sekarang ketika masih terkotak-kotak antara hardware, software, atau services. “Jadi customer bisa melihat IBM sebagai satu kesatuan, tidak piece by piece” tambah Tan.
Mendorong perubahan di perusahaan dengan ribuan karyawan seperti IBM Indonesia memang bukan hal yang mudah. Akan tetapi, Tan terlihat tenang menghadapi tantangan ini. “IBM adalah organisasi yang memberi karyawannya kesempatan untuk belajar dan membuktikan diri,” ungkap ayah dua anak ini. Tan berharap, pengalamannya selama ini dapat membantunya mendorong transformasi di IBM Indonesia.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR