Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut ada 129 juta serangan siber dari rentang Januari hingga September 2019 di Indonesia. Serangan siber itu didominasi malware.
Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi dan Forensik Digital BSSN Brigjen TNI Bondan Widiawan mengatakan, hal itu terjadi karena kesadaran masyarakat akan serangan siber cukup rendah.
"Pemicunya bisa dari operating system (OS) bajakan, tidak update OS, khususnya bagi pengguna Microsoft," ujar Bondan saat ditemui di Pusdikhub TNI AD.
Bondan mengatakan, di Indonesia sumber serangan siber berasal dari dalam negeri. Kendati begitu, tak menutup kemungkinan jika serangan berasal dari luar negeri, namun dikendalikan (remote) seolah-olah berasal dari dalam negeri.
"Untuk negara yang melakukannya tidak bisa saya sebutkan ya, karena itu sensitif. Itu bisa terjadi setelah kita dalami teknik poisoning, RV dan DNS," katanya.
Menurutnya, jika serangan itu tak segera ditangani, bisa menjadi botnet dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
"Worm yang masuk itu ukurannya 500 kb, tapi bisa menargetkan tempat pengolahan uranium, yang bisa memicu ledakan," kata Bondan.
Serangan itu juga pernah menyasar perusahaan listrik di Estonia dan menyebabkan padam total pada 2007 lalu.
"PLN di sana mirip di Indonesia sistemnya," katanya.
Saat ini, ujar Bondan, BSSN selalu berbenah untuk menghadapi serangan siber yang makin canggih tiap tahunnya.
"Kita punya Global Cyber Security Indicator (GSCI) ranking 4 di Asia dan 41 di dunia. Semua kekurangan akan terus kita perbaiki," katanya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR