Meski memiliki kemiripan dengan area lain di Asia Pacific maupun Global, ASEAN memiliki keunikan berupa tingkat kematangan negara-negaranya yang beragam perihal cloud computing. Singapura misalnya memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Namun, hal serupa yang hadir di berbagai negara ASEAN tersebut adalah keinginan banyak perusahaan untuk beralih ke public cloud. Oleh karena itu, AWS ingin memastikan keinginan itu terealisasi menjadi adopsi dan tentunya diikuti dengan diperolehnya manfaat. Kuncinya menurut AWS adalah membangun keahlian alias skill. Hal ini diungkapkan AWS di AWS re:Invent 2019 yang berlangsung dari tanggal 2 sampai 6 Desember 2019 di Las Vegas.
“Jadi adalah bagaimana Anda mengubah keinginan menjadi adopsi dan pembuatan nilai untuk konsumen. Jadi saya pikir yang benar-benar penting untuk Asia Tenggara adalah bahwa kami membangun keahlian,” ujar Conor McNamara (Managing Director, ASEAN, AWS).
Ada empat keahlian yang ingin dibangun AWS di setiap negara ASEAN untuk memastikan adopsi yang dimaksud. Keempatnya adalah membangun tim lokal yang kuat, membangun ekosistem partner lokal yang kuat, membangun keahlian untuk jangka pendek dan jangka panjang, dan membangun tim layanan konsultasi.
Membangun tim lokal yang kuat didasarkan pada filosofi AWS yang memulai dengan apa yang diinginkan konsumen dan bekerja ke belakang dari sana. AWS tidak memperlakukan perusahaan di ASEAN secara sama persis dengan perusahaan di area lain. Pasalnya, apa yang diinginkan oleh perusahaan di suatu area belum tentu sama persis dengan perusahaan di area lain. Apa yang diinginkan perusahaan di Indonesia misalnya, belum tentu sama persis dengan yang diinginkan perusahaan di Korea Selatan. Oleh karena itu, tim lokal yang kuat antara lain diperlukan untuk mendengarkan keinginan dari berbagai perusahaan di masing-masing negara ASEAN.
“Meskipun kami percaya bahwa keseragaman dari cloud sebagai platform adalah benar-benar penting, kami juga percaya pentingnya melokalisasi taktik kami seputar bagaimana kami membuat konsumen untuk mengadopsi,” jelas Conor McNamara.
Membangun ekosistem partner lokal yang kuat bertujuan untuk membantu perusahaan untuk secara cepat mengadopsi public cloud AWS. Pasalnya, tidak semua perusahaan memiliki know-how untuk melakukan hal tersebut sendiri. Partner yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh AWS disebut dengan AWS Partner Network.
Membangun keahlian untuk jangka pendek dan jangka panjang merujuk pada langkah AWS yang berinvestasi untuk melatih pengembang saat ini dan pengembang masa depan. AWS ingin memastikan bahwa tenaga kerja TIK masa depan di Indonesia maupun negara ASEAN lainnya memiliki keahlian sehubungan cloud computing, bukan sekadar tenaga kerja TIK saat ini. AWS tidak hanya melatih yang sekarang sudah berprofesi sebagai pengembang, melainkan juga calon pengembang yang masih berada di perguruan tinggi maupun sekolah. Terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kehalian TIK yang sesuai memang menjadi permasalahan di Indonesia dan berbagai negara lainnya sampai saat ini.
Sementara, membangun tim layanan konsultasi ditujukan untuk mestimulasi ekosistem partner lokal. Tim layanan konsultasi tersebut merupakan tim AWS dan disebut dengan AWS Professional Services. AWS Professional Services memberikan bantuan alias konsultasi terhadap perusahaan dan partner yang dipilih agar bisa mendapatkan hasil yang diinginkan perusahaan dalam mengadopsi public cloud AWS. AWS Professional Services telah sukses membantu konsumen di area lain dalam mengadopsi public cloud AWS, utamanya pada langkah-langkah awal adopsi.
Di Indonesia sendiri, setidaknya sebagian dari pembangunan tersebut sudah dimulai. Contohnya, pembangunan tim lokal yang kuat sudah dimulai pada tahun 2018 lalu.
KOMENTAR