Pemerintah China punya aturan baru yang lebih ketat bagi pelanggan seluler. Jika operator seluler Indonesia hanya meminta nomor KK dan NIK, maka penduduk China wajib menyerahkan foto dan harus rela wajahnya dipindai (di-scan) sebagai syarat proses aktivasi.
Aturan baru yang diumumkan pada September 2019 itu telah efektif dan mulai diberlakukan terhitung tanggal 1 Desember 2019 ini.
Pada September lalu, pemerintah China meminta operator seluler harus memanfaatkan kecerdasan buatan untuk melakukan verifikasi identitas pengguna saat mereka menggunakan nomor telepon baru.
Menurut pemerintah China, kebijakan tersebut dibuat untuk "melindungi hak legitimasi dan kepentingan penduduk di dunia siber".
Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa wajah dan identitas pembeli kartu perdana tersebut benar-benar sesuai.
Berdasarkan aturan yang berlaku, foto wajah tersebut diserahkan pengguna berbarengan dengan kartu identitas saat membeli kartu perdana, atau kontrak dengan sebuah operator seluler.
Sistem tersebut digunakan untuk memastikan bahwa pemerintah dapat mengidentifikasi semua pengguna ponsel. Sebagian besar pengguna internet China pun mengakses halaman web melalui ponsel mereka.
Walau data tersebut bisa dipakai untuk menekan jumlah penipuan, namun pelanggan seluler jadi semakin kehilangan kemampuan menggunakan layanan seluler secara tak dikenal (anonimus).
Khawatir disalahgunakan Selain itu, muncul kekhawatiran jika database wajah tersebut dipakai untuk tujuan pengintaian oleh pemerintah. Database wajah juga menjadi target favorit hacker.
Tidak ada jaminan bahwa foto hasil pemindaian wajah itu akan dihapus, begitu verifikasi identitas selesai dilakukan oleh operator seluler.
Banyak kasus pencurian data di China seperti melalui telepon, di mana penipu telah mengetahui data seperti nomor telepon, alamat, dan pekerjaan.
"Apakah kini mereka juga bakal mengetahui wajah kita?" tulis seorang pengguna Weibo, seperti dikutip BBC.
Source | : | BBC |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR