Cloud kitchen atau ghost kitchen adalah dapur yang ditujukan untuk membuat makanan yang akan dijual seperti halnya dapur di restoran/merchant pada umumnya, tetapi tidak memiliki area untuk makan di tempat maupun untuk dibawa pergi dan hanya ditujukan untuk pengantaran saja.
Cloud kitchen belakangan mulai menjadi tren seperti yang dilaporkan oleh Reports and Data, sebuah firma konsultasi strategis dan intelijen pasar.
Menurut laporan tersebut, pasar cloud kitchen secara global pada tahun 2026 diperkirakan akan mencapai US$2,63 miliar, meningkat pesat dari tahun 2018 yang hanya sebesar US$0,65 miliar.
Dengan kata lain, CAGR (compound annual growth rate) pasar cloud kitchen secara global dari tahun 2018 sampai tahun 2026 menurut laporan itu adalah sebesar 17,2%.
Salah satu faktor dari sisi konsumen yang membantu maraknya cloud kitchen ini adalah adopsi dari layanan pesan antar makanan yang besar.
Menurut Frost & Sullivan, pasar pengantaran makanan global diperkirakan sebesar US$82 miliar pada tahun 2018 lalu, dan diprediksikan akan menjadi lebih dari dua kalinya pada tahun 2025.
Di Indonesia sendiri, GoFood mengklaim jumlah pemesanan kuliner yang dilakukan pengguna terhadapnya, bertumbuh sebesar 133% pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2018 lalu.
Bahkan, pada sebagian restoran, jumlah pembelian kuliner untuk diantar jauh lebih besar dari jumlah pembelian kuliner untuk dikonsumsi di tempat maupun untuk dibawa pergi.
Faasos yang belakang namanya berubah menjadi Rebel Foods contohnya, dikutip dari Sequoia Capital, mengatakan pada tahun 2014 bahwa 70% dari konsumen Faasos tidak pernah datang ke toko fisiknya sama sekali.
Model Cloud Kitchen
Secara garis besar cloud kitchen bisa dibagi menjadi empat model berdasarkan model bisnis yang digunakannya.
Yang pertama adalah cloud kitchen yang dimiliki sendiri dan menawarkan makanan dari satu merek saja.
Penulis | : | Cakrawala |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR