Dengarkan sebelum bicara, begitu nasihat bijak orang tua kita dulu. Sebagai individu, kita mungkin sudah belajar bagaimana mendengar dan berkomunikasi dengan baik. Namun brand, organisasi, atau perusahaan tidak selalu bisa mendengarkan apa yang dikatakan pengguna, konsumen, atau pelanggannya, terutama ketika jumlah konsumen atau pelanggannya sudah sangat banyak.
Organisasi atau perusahaan akan makin sulit mendengarkan saat memasuki ranah media sosial (medsos). Padahal medsos saat ini telah menjadi ekosistem penting yang tak bisa diabaikan dalam bisnis. Jika kita amati, percakapan atau interaksi antar pengguna medsos menghasilkan data dalam jumlah besar tapi tersebar. Data yang dihimpun dari interaksi pengguna medsos itu sesungguhnya sangat berpotensi bagi bisnis.
Di sinilah dibutuhkan kemampuan “menguping” di medsos atau social (media) listening. Kemampuan ini penting bagi pelaku bisnis masa kini yang sebagian besar aktivitas pemasarannya dilakukan di medsos.
Untuk memiliki kemampuan tersebut, sejatinya dibutuhkan tools (alat) yang dapat mendukungnya, yaitu Social Listening Tools (SLT). Saat ini, beberapa nama penyedia layanan SLT seperti Hootsuite, HubSpot, Mention, Talkwalker, Sonar Platform, MediaWave dan NoLimit.
Bermanfaat Bagi Semua Sisi Bisnis
“Social media listening ini penting sekali, terutama untuk industri-industri yang sensitif terhadap isu publik, misalnya produsen susu bayi, perusahaan finansial, atau perusahaan teknologi,” jelas Tuhu Nugraha, Chief Operating Officer, Upnormals Pingfans.
Pakar dan trainer digital marketing ini menambahkan bahwa SLT sebenarnya bisa diterapkan di berbagai bidang. Di sektor pertambangan misalnya, social media listening digunakan untuk mapping stakeholder.
“Mereka gunakan, misalnya untuk memetakan siapa pengambil keputusan, siapa opinion leader di komunitas tertentu. Bahkan tools ini juga dapat dimanfaatkan di bidang politik dan LSM,” papar Tuhu.
SLT penting untuk berbagai sisi bisnis, mulai dari reputation management, product development, competitor analysis, dan business intelligence. Tuhu mencontohkan satu produsen kopi terkenal yang membuat mesin espresso rumahan berkat insight dari medsos. Bahkan insight yang didapat dari nguping di medsos ini juga dapat digunakan untuk menelusuri masalah di rantai distribusi.
“Tapi di Indonesia kebanyakan bisnis pakai ini untuk yang berkaitan dengan public image, hanya sekadar mengukur berapa banyak sentimen positif, netral, atau negatif,” ungkap Tuhu.
Mengukur sentimen memang penting tapi Tuhu menyayangkan kalau data yang dihasilkan dari tools yang harganya mahal hanya untuk itu, dan ujungnya hanya mengantisipasi isu dan mencegah krisis.
Salah satu penyebabnya adalah tipe organisasi yang cenderung mengisolasi antarbagian. “Biasanya, SLT itu adanya di Marcom sehingga digunakan hanya untuk mengukur reputasi brand,” jelas Tuhu. Padahal ada banyak variabel dan data yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh bagian-bagian lain.
Tantangan Talenta
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari SLT, Tuhu Nugraha menyarankan agar perusahaan menentukan dulu apa yang kita ingin peroleh. “Ask the right question karena pertanyaan yang benar akan membawa kita pada data yang benar karena ada banyak variabel yang bisa dimunculkan tools itu. Tapi ujungnya kan kita mau rekomendasi apa,” ujarnya.
Di tahap selanjutnya ada analisis dan membuat rekomendasi sesuai “the right question”. Di bagian ini, Tuhu melihat ada tantangan di sisi kemampuan perusahaan melakukan analisis data. Bisnis membutuhkan insight, bukan hanya data dan penjelasannya. “Banyak orang ngomongin A, terus implikasi bisnisnya apa?,” kata Tuhu.
Tantangan ini berujung pada ketersediaan talenta yang mumpuni dalam hal analisis data. Saat ini banyak orang mempelajari data science dan data analytics. Namun menurut Tuhu, yang dipelajari umumnya adalah cara mengolah, bukan menganalisis data. Sementara untuk menganalisis data dari SLT, dibutuhkan orang yang bisa mendefinisikan data apa yang akan diambil dan mengaitkannya dengan kebutuhan bisnis.
Untuk memilih tools yang paling tepat, Tuhu menyarankan perusahaan untuk memahami dulu apa yang dibutuhkan bisnis. Ada banyak penyedia solusi SLT dengan kekuatan dan penawaran model bisnis yang berbeda. Tapi kuncinya adalah menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR