Tak dimungkiri, masih banyak perusahaan yang mempratekan metode tradisional dengan melakukan instalasi dan update antivirus secara manual pada setiap mesin.
Ini artinya, setiap pembaruan menjadi tanggung jawab setiap karyawan atau bagian TI. Padahal meminta karyawan untuk memutakhirkan program antivirus mereka sendiri merupakan keputusan yang kurang tepat.
Sementara itu di tempat berbeda, perusahaan besar juga terus menghamburkan uang untuk membangun keamanan data on premise yang masih melibatkan faktor manusia juga.
Di sini jelas, keduanya bukanlah cara yang paling efisien atau efektif untuk menjaga data perusahaan aman dari virus atau malware.
Menurut BigCommerce, para ahli sepakat bahwa pada tahun 2020, prediksi biaya rata-rata dari pelanggaran keamanan data untuk bisnis lebih dari US$150 juta. Perkiraan ini disebabkan oleh tingkat digitalisasi dan konektivitas yang lebih tinggi yang dialami dunia selama beberapa tahun terakhir.
Sementara pada Desember 2019, berdasarkan hasil survei Oracle menunjukkan bahwa kontribusi manusia terhadap kerentanan IT mencapai 58%.
Angka-angka tersebut merupakan representasi aktual kebutuhan perusahaan terhadap sentralisasi pengelolaan keamanan siber terpadu, manajemen keamanan via cloud, seperti ESET Cloud ID.
Konsultan Keamanan TI, PT Prosperita-ESET Indonesia, Yudhi Kukuh mengatakan bahwa teknologi digital seperti cloud membawa gelombang perubahan besar bagi dunia termasuk di Indonesia dalam perkembangan industri 4.0.
Dengan transformasi digital dalam adopsi teknologi seperti cloud, memberikan layanan komprehensif yang dapat meningkatkan pengalaman perusahaan dalam mengembangkan perusahaan, pemotongan proses bisnis disertai jaminan keamanan yang jauh lebih baik.
"Sudah saatnya semua perusahaan di tanah air melakukan transformasi digital pengelolaan keamanan terpusat melalui cloud, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan,” saran Yudhi.
Penulis | : | Indah PM |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR