Perkembangan teknologi 5G sebagai bagian dari evolusi teknologi seluler telah diadopsi di banyak negara.
Menurut laporan GSA (Global Supplier Association), hingga akhir Februari 2020, tercatat 63 operator di 35 negara telah mengkomersialkan 5G.
Bila dihitung secara keseluruhan operator telekomunikasi, termasuk yang sudah berinvestasi dengan melakukan uji coba dan sedang melakukan pembangunan, maka secara total sudah ada 359 operator yang berhasrat untuk memanfaatkan teknologi baru disebut dapat memberikan kecepatan akses yang lebih cepat dengan latency (delay) yang lebih rendah.
Di Indonesia, ada beberapa operator telah pula melakukan serangkaian uji coba pemanfaatan teknologi 5G. Namun untuk adopsi dan implementasi teknologi, ada beberapa hal yang harus didiskusikan secara bersama dengan semua stakeholders (pemangku kepentingan) di sektor telekomunikasi.
Karena itu, Indonesia ICT Institute bersama seluruh pemangku kepentingan menggelar “Indonesia 5G Ecosystems Forum 2020” yang digelar di Hotel Sultan Jakarta, 10 Maret 2020.
Heru Sutadi (Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute) sebagai penggagas forum, diskusi bersama dengan seluruh kepentingan ini penting mengingat adopsi dan implementasi 5G tidak bisa berjalan sendiri dan masing-masing.
"Dalam adopsi teknologi, ada tiga hal utama yang perlu dikedepankan, yaitu bisnis, teknis dan aturan. Lewat forum ini semua hal tersebut coba didiskusikan. Tujuannya, sebelum adopsi dilakukan dan 5G diimplementasi, kita siap. Kesiapan di sini terutama adalah terbangunnya ekosistem,” kata Heru di Jakarta, Selasa (10/3).
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ismail mengatakan implementasi jaringan 5G berbeda ketika evolusi berjalan dr 2G ke 3G ke 4G.
"5G agak lompat karena tdk melulu satu hal karena yang sebelumnya fokusnya itu adalah user experience atau speed dari internet. User mendapatkan yang istimewa ketika pindah interaksi di 5G," ujarnya.
Salah satu elemen penting dalam adopsi 5G adalah alokasi spektrum frekuensi. Direktur National ICT Strategi dan Marketing Huawei Mohamad Rosidi, memaparkan potensi spektrum yang dapat digunakan untuk 5G, dari benchmark yang didapatkan dari seluruh dunia. Dalam kesempatan itu, Rosidi menyampaikan bahwa adopsi 5G di banyak negara kian cepat dibanding adopsi teknologi seluler sebelumnya.
“Percepatan dapat dilakukan jika ekosistem mendukung. Semua pihak harus bahu-membahu untuk bersama membangun ekosistem 5G agar manfaat 5G untuk pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia juga makin nyata,” katanya.
Sementara itu, Wakil Walikota Tegal Muhamad Jumadi menyambut baik upaya membangun ekosistem 5G. Dan pihaknya di daerah siap membantu. ”Kami memiliki kepentingan bagaimana teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan kota cerdas.
Kota Tegal saat ini sedang giat membangun dan memberikan layanan pada masyarakat dengan teknologi terkini. Semoga dengan nantinya akan hadir 5G, yang juga didukung teknologi lainnya, Kota Tegal sebagai “The Real Smart City” dapat terwujud,” yakinnya.
Dalam kesempatan tersebut, terbentuk pula ID5G Community yang akan bersama-sama mengkoordinasikan terwujudkan ekosistem 5G sebelum 5G diadopsi dan akan mengawal pemanfaatan 5G untuk peningkatan kecepatan internet di Indonesia, kemajuan ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Wira Satyawirawan didapuk sebagai Ketua Umum, dan Heru Sutadi sebagai Pembina.
Acara “Indonesia 5G Ecosystem Forum” dihadiri pula oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia sebagai regulator di sektor telekomunikasi, Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) yang telah menyelesaikan pembangunan Palapa Ring, asosiasi operator telekomunikasi, asosiasi IoT dan juga akademisi.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR