Kim Jong Un dikhawatirkan telah mengerahkan pasukan peretas (hacker), dalam upaya mencegah Korea Utara jatuh ke krisis keuangan.
Dilansir Mirror, Kim Jong Un dikatakan telah menginstruksikan kelompok peretas Korea Utara, Lazarus, untuk mencuri kriptokurensi seperti Bitcoin.
Sindikat rahasia ini mulai tenar pada 2014, setelah meretas Sony Pictures sebagai pembalasan atas rencana perilisan film The Interview, sebuah komedi tentang pembunuhan Kim Jong Un.
Bersama 2 kelompok hacker lainnya, mereka mencuri 571 juta dollar AS (Rp 8,5 triliun) mata uang kripto dari 5 bursa Asia antara Januari 2017 hingga September 2018. Hal itu diungkapkan oleh laporan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Kini dengan perekonomian Korut diguncang oleh pandemi virus corona dan sanksi internasional, Lazarus dikabarkan telah memulai serangkaian serangan APT (Advanced Persistent Threat) baru.
"Kelompok APT Lazarus, yang diduga disponsori oleh pemerintah tertentu, semakin terlibat dalam kejahatan siber dalam dan di luar Korea Selatan," ujar EST Security yang berbasis di Seoul.
"Lazarus yang disponsori pemerintah sedang melakukan serangan APT besar tidak hanya di Korea, tetapi juga di komunitas internasional termasuk Amerika Serikat," tambahnya.
Baca Juga: Tembus Rp150 Juta, Bitcoin Akan Alami Tren Bullish Tahun Ini
Sebuah dokumen yang dikirim Lazarus terkait dengan penanganan pandemi di sebuah kota besar, kata perusahaan keamanan siber itu.
File lainnya disamarkan sebagai dokumen untuk mempekerjakan perusahaan dirgantara AS. Serangan ini menargetkan orang yang berdagang mata uang kripto, dengan ada yang menyamar sebagai kontrak pengembangan perangkat lunak blockchain.
Serangan ini adalah bentuk phishing di mana target diberi umpan dengan informasi khusus untuk kepentingan mereka, agar calon korban membuka file berbahaya tersebut.
Sebagai contoh EST Security mengatakan, para peretas secara konsisten menggunakan surel yang disamarkan sebagai tawaran pekerjaan untuk menyebarkan malware.
"Grup Lazarus adalah salah satu ancaman tingkat nasional representatif yang menargetkan Korea Selatan dan Amerika Serikat," katanya.
"Mereka mengatur operasi infiltrasi siber dan mendapatkan mata uang asing melalui perbankan online dan meretas pertukaran Bitcoin," ucapnya.
"File digunakan sebagai umpan untuk menargetkan pekerja di perusahaan dan institusi besar, dan ancaman baru-baru ini telah meningkat secara signifikan, (sehingga) membutuhkan perhatian khusus," pungkas pernyataan EST Security yang dikutip Mirror.
Baca Juga: Menkominfo Minta Penjual Surat Bebas Covid-19 di Ecommerce Diblokir
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR