Teknologi artificial intelligence (AI) kini menjadi modal untuk memenangkan persaingan bagi banyak perusahaan. Tak heran jika penerapan teknologi AI kini semakin banyak digunakan, termasuk oleh penyedia layanan e-wallet DANA.
Menurut Norman Sasono (CTO DANA), pemanfaatan AI di DANA tak lepas dari value proposition yang dikedepankan DANA, yaitu Trusted, Friendly, dan Accessible. “Apapun capabilities yang kami bangun, harus mendukung value proposition tersebut,” ungkap Norman.
Salah satu contohnya adalah pemanfaatan chatbot untuk customer services di DANA, yang selaras dengan nilai Friendly. “Karena ketika mudah mengobrol dengan customer service kami, konsumen merasakan kenyamanan,” tambah Norman. Namun mengingat DANA kini sudah memiliki 36 juta pengguna, pendekatan customer service tradisional sudah tidak memadai lagi.
Karena itulah DANA kini mulai mencoba pendekatan customer service berbasis chatbot. “Tinggal bagaimana merancang chatbot yang tidak kaku dan humanis,” tambah pria lulusan Teknik Fisika ITS ini.
Pemanfaatan AI untuk Risk Engine
Selain chatbot, DANA juga menggunakan pendekatan AI di dua area lainnya, yaitu otomatisasi proses bisnis dan generating insight dari data yang ada. Di area otomatisasi, penerapannya lebih ke proses bisnis internal. “Jadi kami mengubah proses bisnis yang tadinya manual menjadi automatic dengan menggunakan AI,” tambah Norman.
Norman mencontohkan beberapa proses rutin yang berulang, seperti data entry, yang kini sudah menggunakan teknologi Robotic Process Automation (RPA). Pendekatan AI juga digunakan pada proses validasi pengguna premium DANA.
Sekadar mengingatkan, untuk menjadi anggota premium, pengguna DANA harus mengunggah foto selfie dan KTP. “Untuk proses mencocokkan foto selfie dan KTP itu, kami menggunakan facial recognition berbasis AI,” tambah Norman.
Namun menurut Norman, area paling menarik dan menantang dalam menerapkan AI di DANA adalah saat mendapatkan insight. “Di area ini kami melakukan classification, mencari pattern, dan forecasting ke depan,” tambah Norman.
Contoh implementasinya adalah risk engine dan fraud engine yang bertugas menganalisa setiap transaksi yang dilakukan pengguna DANA. “Jadi selain melakukan eksekusi dari transaksi tersebut, kami juga melakukan risk analysis [dari transaksi tersebut],” ungkap pria yang aktif menekuni seni bela diri Jiu-Jitsu ini.
Secara prinsip, risk engine DANA akan melakukan classification problem dari sebuah transaksi berdasarkan pola dari berbagai data point yang ada. Jika risk engine menilai transaksi tersebut valid, transaksi akan langsung terjadi. Jika risk engine menilai transaksi itu palsu (fraud), transaksi akan ditolak.
Jika risk engine menilai transaksi meragukan, sistem secara otomatis akan melakukan verifikasi (challenge) ke pengguna. “Bisa di-challenge dengan PIN, OTP, dan lainnya,” tambah Norman.
DANA pun percaya sistem risk engine berbasis AI ini dapat diandalkan untuk mendeteksi keabsahan setiap transaksi. Tak heran jika mereka berani mengeluarkan program DANA Protection, yang memberi garansi uang kembali kepada pengguna jika terjadi transaksi palsu di platform DANA.
“Pengguna tinggal menunjukkan data ke kami, dan jika kami mendapati risk engine kami melakukan kesalahan, kami garansi uang kembali,” tambah Norman.
Cara DANA Membangun Sistem AI
Untuk membangun sistem berbasis AI, DANA pun mengambil dua pendekatan yang menjadi best practice di industri selama ini. Yang pertama adalah menggunakan solusi siap pakai untuk skenario AI yang umum atau sudah menjadi komoditi. “Contohnya untuk chatbot atau face recognition, di luar sana sudah banyak tersedia solusi dari pihak ketiga,” ungkap Norman.
Pendekatan kedua adalah membangun sistem AI sendiri. Pendekatan ini dilakukan untuk kebutuhan yang unik dan solusinya tidak tersedia di pasar. “Apalagi jika data dan jenis datanya unik di industri atau perusahaan kita,” tambah Norman.
Sistem risk engine DANA adalah salah satu contoh solusi AI yang dibangun sendiri oleh tim DANA. “Jadi kami memiliki tim data scientist dan engineering sendiri, membangun data model sendiri, dan sebagainya,” ungkap Norman.
Meski aktif memanfaatkan teknologi AI, Norman mengingatkan kalau AI tetap memiliki keterbatasan. “AI bukan silver bullet yang bisa menyelesaikan semua masalah,” ungkap pria yang karirnya di dunia teknologi informasi merentang dari Microsoft sampai Bizzy ini.
Dengan kata lain, perusahaan tetap harus menganalisa skenario di dalam perusahaan yang cocok diselesaikan dengan pendekatan AI, dengan tetap harus mempertimbangkan keterbatasan teknologi AI itu sendiri.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR