Pengembang aplikasi marketplace Ula memperoleh pendanaan sebesar US$10,5 juta atau Rp148 miliar dari Sequoia India dan Lightspeed India. SMDV, Quona Capital, Saison Capital dan Alter Global, serta beberapa angel investor lainnya.
Diluncurkan dan berkantor pusat di Jakarta, Ula merupakan marketplace wholesale e-commerce yang memadukan teknologi, tool, dan skill retail modern dengan struktur biaya a la retail mikro tradisional. Tujuannya adalah memberikan pilihan, harga dan modal kerja terbaik kepada para pemilik toko kecil agar penghasilan mereka meningkat.
Di pasar berkembang, seperti Indonesia, retail tradisional menyumbang hampir 80% dari pasar reta dan memberdayakan jutaan orang. Peritel kecil ini tidak hanya efisien biaya tapi juga memiliki insight mendalam dan personal tentang perilaku konsumen. Hal ini tentu sangat bernilai tinggi bagi bisnis.
Namun peritel kecil ini umumnya menghadapi tantangan kurangnya sumber daya, modal kerja yang tidak memadai dan tidak optimal. Walhasil, para pemilik toko kecil ini tidak bisa meraih peluang pasar yang besar.
“Pada umumnya biaya toko ini 8-10% lebih rendah dari retail modern karena mereka termasuk pengecualian pajak, mempekerjakan keluarga sendiri, dan beroperasi di rumah. Namun mereka tidak kompetitif karena tidak punya akses untuk memperoleh sumber terbaik, modal kerjanya terbatas dan mahal," ujar Derry Sakti, Co-Founder Ula. Derry mencontohkan bagaiman sebuah toko barang kebutuhan sehari-hari harus membeli stok dari 50 distributor/toko wholesale yang berbeda tiap minggunya. "Terkadang mereka memesan dalam jumlah besar agar bisa mendapatkan harga lebih murah padahal mereka sebenarnya tidak membutuhkan barang itu dalam kuantitas besar," imbuh Derry.
Di sinilah Ula melihat peluang untuk berperan. Ula sepenuhnya memiliki inti dari pengalaman pelanggan. Ula menyajikan banyak pilihan produk, harga terbaik, doorstep delivery, dan opsi bayar nanti (pay later). Hal ini membantu mengatasi tantangan yang dihadapi peritel kecil. Mereka bisa menyetok lebih sedikit tanpa berisiko kehabisan stok dengan memesan barang secara harian, dalam jumlah sesuai perkiraan penjualan. Ula juga menggunakan data science untuk memberikan kredit modal kepada peritel.
“70-80% peritel di pasar berkembang seperti Indonesia dirundung persoalan inefisiensi pada supply chain, inventory, dan pengelolaan modal. Dengan semakin banyaknya UKM yang mengadopsi teknologi, platform seperti Ula adalah solusi yang mudah, terjangkau dan scalable dalam membantu peritel kecil ini merampingkan bisnisnya. Ula memiliki tim berpengalaman yang merupakan paduan antara pengalaman lokal dan global di pasar e-commerce, retail, dan fintech. Kami senang dapat menjadi mitra di perjalanan ini," ujar Abheek Anand, Managing Director, Sequoia Capital (India) Singapore.
Fokus Ula saat ini adalah barang kebutuhan harian konsumen (misalnya FMCG dan bahan pangan pokok) yang menjadi kian penting saat ini di mana pasokan tradisional mungkin sedang terganggu akibat wabah COVID-19. Adanya pembatasan sosial, layanan antar ke rumah atau toko tentu lebih aman bagi peritel.
Untuk saat ini Ula masih dalam tahap private beta dan utamanya masih melayani kawasan Jawa Timur. Rencana ekspansi ke seluruh Jawa dan ekspansi kategori akan dilakukan tahun depan.
“Bagi kami, ukuran kesuksesan Ula adalah seberapa besar kami dapat membuat hidup dan bisnis pelanggan lebih baik. Visi bersama kami adalah merevolusi UKM dengan teknologi, membantu mereka meningkatkan efisiensi dan memberikan tool untuk menjalankan bisnis tanpa hambatan dan lebih untung," ujar Riky Tenggara, Co-Founder Ula.
Ula memiliki tim di Indonesia, India dan Singapura. Saat ini pun Ula tengah melakukan hiring untuk bidang category management, analytics, kredit dan city leaders di Indonesia juga untuk tim teknis di Indonesia, Singapura dan India.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR