Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kelangsungan seluruh industri. Kementerian Perindustrian menyebutkan sekitar 60% industri mengalami dampak berat, sementara 40% lainnya mengalami dampak moderat.
Dampak yang beragam juga turut dirasakan oleh industri kreatif dan gaya hidup, yang terdiri dari sejumlah subsektor seperti film, hiburan, kuliner dan lainnya.
Di tengah situasi menantang bagi para pelaku industri ini, startup fintech (financial technology) Likuid Projects mencoba mengkaji lebih dalam bagaimana dampak pandemi terhadap sektor industri ini.
CEO Likuid Projects Kenneth Tali mengatakan bahwa pihaknya menakar dampak pandemi pada industri kreatif melalui tiga hal. Pertama dari stage krisis, yaitu tahapan pergerakan pandemi di masyarakat.
Di masa-masa awal pandemi masuk di Indonesia sekitar Maret lalu, industri rata-rata mengalami shock sebagai imbas dari menurun drastisnya daya beli masyarakat.
“Kini industri sudah di tahap survival mode. Kemampuan sebuah bisnis bertahan akan ditentukan dari pondasi bisnis yang dimiliki selama ini dan pengambilan keputusan manajemen untuk langkah ke depan,” ujar Kenneth.
Kedua dari skala usahanya. Pelaku industri kreatif datang dari skala usaha yang beragam, mulai dari UMKM hingga ke perusahaan rintisan (startup) hingga perusahaan skala menengah.
Menurut Kenneth perbedaan skala ini membuat akses permodalan juga tidak bisa dimiliki semua kalangan, terlebih bagi bisnis yang belum memiliki aset yang cukup sebagai jaminan pembiayaan.
Terakhir adalah subsektor industri. “Tidak semua subsektor mengalami dampak yang sama, sebagian mengalami penurunan pendapatan dan sebagian lainnya justru mengalami dampak positif atau kenaikan pendapatan. Industri yang diuntungkan tersebut misalnya aplikasi permainan, teknologi dan produk Kesehatan,” jelas Kenneth.
Baca Juga: Microsoft Hadirkan Pelatihan Digital untuk 25 Juta Orang, Minat Ikut?
Data Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi dari empat marketplace terbesar mengalami kenaikan 9.85% pada Mei 2020 dibandingkan April 2020.
Sementara, industri yang berdampak negatif adalah film dan hiburan di mana produk dan jasanya terkait aktivitas massal.
Berangkat dari hal tersebut, Kenneth meyakini layanan project financing (pembiayaan proyek) dapat menjadi akses pembiayaan alternatif bagi para pelaku industri kreatif di tengah pandemi ini, khususnya perusahaan rintisan (startup) hingga skala menengah yang nilai valuasinya masih minim untuk mendapat pendanaan dari institusi pembiayaan.
Kenneth menuturkan bahwa selama pandemi tiga bulan lalu, Likuid Projects mengalami lonjakan permintaan project financing dari para creativepreneur atau calon project owners, hingga 300%.
“Hal ini menandakan industri kreatif sebetulnya memiliki banyak sekali peluang usaha dan potensi untuk survive. Karenanya, Likuid Projects saya rasa menjadi ruang yang strategis agar semakin banyak akses kolaborasi yang terbuka dan nantinya menjadi stimulus agar inovasi dan kreativitas bisa tetap berkembang. Tentunya, dukungan dari public sebagai pendana menjadi sangat besar perannya disini,” lanjut Kenneth.
Meskipun mengalami lonjakan permintaan pembiayaan, ia menjelaskan bahwa Likuid Projects tetap menerapkan kurasi yang ketat kepada project owners.
Salah satu pertimbangannya adalah menakar minat end-user dalam mengkonsumsi proyek-proyek tersebut.
Sehingga, khususnya di saat pandemi seperti saat ini, Likuid Projects memprioritaskan sejumlah industri yang tumbuh saat pandemi, seperti industri game.
Namun, Kenneth menekankan pihaknya tetap menganalisa potensi-potensi industri lain, seperti film dan hiburan, dan menunggu momentum yang tepat untuk bisa mendukung mereka bangkit kembali.
Baca Juga: Gawat, Tingkat Kasus Malware di Indonesia Tertinggi di Asia Pasifik
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR