Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memastikan pemerintah akan mempercepat digitalisasi sektor penyiaran, khususnya digitalisasi televisi Indonesia di sistem terestrial atau Analog Switch-Off (ASO). Selain itu kebijakan digitalisasi televisi merupakan agenda besar pembangunan nasional dan prioritas digitalisasi nasional.
Pemerintah juga telah melakukan penetapan batas akhir ASO, dan masuk dalam inisiatif RUU Cipta Kerja sektor penyiaran.
"Dalam perkembangannya, melalui inisiatif RUU Cipta Kerja sektor penyiaran, Kementerian Kominfo mengajukan penetapan batas akhir implementasi ASO dalam Rancangan Undang-Undang tersebut," kata Johnny.
Dari sisi perkembangan digitalisasi penyiaran global, Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial. Negara-negara anggota ITU sejak World Radiocommunication Conferences (WRC) pada 2007 telah menyepakati penataan pita spektrum frekuensi radio untuk layanan televisi terestrial. Sejak itu, negara-negara di Kawasan Eropa, Afrika, Asia Tengah dan Timur Tengah membuat keputusan bersama untuk menuntaskan ASO pada 2015.
Bahkan, beberapa negara di Eropa sudah selesai dengan proses digitalisasi televisi lebih dari satu dekade lalu. Sedangkan negara-negara di Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di 2011 dan Korea Selatan di 2012. Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian ASO secara bertahap di tahun ini. Malaysia dan Singapura sudah selesai dengan ASO secara nasional di 2019.
"Sekarang, masyarakat di sana telah dapat menikmati siaran televisi dengan teknologi digital, dengan kualitas gambar dan suara yang sangat baik, serta menikmati pilihan program siaran yang lebih beragam," ungkapnya.
Baca Juga: Menkominfo Pastikan Data Pengguna Aplikasi PeduliLindungi Aman
Presiden Joko Widodo pun menurut Johnny telah mencanangkan percepatan transformasi digital Indonesia, termasuk khususnya digitalisasi televisi adalah salah satu agenda penting.
"Dengan demikian kami meminta semua pihak untuk mengambil langkah dan posisi yang sejalan dengan kebijakan nasional ini. Pihak-pihak yang tidak sejalan atau berlawanan arah dengan kebijakan ini sama dengan tidak mengikuti atau menghambat misi besar pemerintah untuk percepatan transformasi digital Indonesia," jelas Johnny.
Johnny menegaskan jika ASO tidak lekas dilakukan maka akan merugikan masyarakat karena kualitas penayangan yang tidak sesuai dengan perangkat teknologi dimiliki. Bahkan berdasarkan data dari Nielsen, 69% masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog.
"Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki Smart TV atau perangkat televisi pintar namun belum dapat memanfaatkan siaran digital,"ujarnya.
Johnny memaparkan selain TVRI ada 1.027 lembaga penyiaran swasta, lokal, komunitas yang bersiaran dengan sistem teresterial analog. Dari sisi nilai tambah penataan frekuensi, dengan digitaliasi frekuensi bisa ditata ulang untuk layanan lainnya terutama buat publik dan internet cepat.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR