Sejak UU berlaku, otoritas keamanan Hong Kong memang meminta perusaahaan teknologi itu untuk menyerahkan data pengguna. Namun, perusahaan teknologi menilai UU tersebut akan memberangus pengguna.
Sebab, regulasi itu memasukan jenis kejahatan baru, seperti ketika seseorang kedapatan berkonspirasi dengan orang asing untuk memprovokasi kebencian kepada pemerintah Tiongkok atau otoritas Hong Kong di platform digital. Hukumannya pun bisa sampai penjara seumur hidup.
Begitu mulai berlaku, para kelompok pro demokrasi langsung menghentikan aktivitasnya, lantaran takut dituntut. Buku-buku yang ditulis oleh aktivis pro demokrasi telah dihapus dari perpustakaan.
Regulasi itu juga memperluas kekuatan pejabat untuk menyelidiki, menuntut dan menghukum, baik warga negara asing maupun penduduk lokal yang dianggap bertindak mempromosikan pemisahan diri atau subversi pemerintah.
Pada hari Senin (6/7) Pemerintah Hong Kong mengatakan, polisi akan diberikan wewenang baru menuntut platform media sosial dan penyedia layanan internet untuk menghapus konten yang menurut mereka mengancam keamanan nasional.
Hong Kong sebelumnya merupakan wilayah Inggris. Kemudian pada 1997 Hongkong diserahkan kembali ke Tiongkok dengan syarat, bahwa Hong Kong akan menikmati kebebasan khusus.
Inggris mengatakan Tiongkok sekarang telah melanggar perjanjian itu dan malah menawarkan kewarganegaraan kepada sebanyak tiga juta penduduk Hong Kong.
Sementara AS yang menjadi basis sebagian besar perusahaan teknologi itu mempertimbangkan apakah akan menghapus keistimewaan perdagangan dengan Hong Kong atau tidak.
Source | : | CNN International |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR