Adopsi Artificial Intelligence (AI) meningkat, di ajang Data & AI Virtual Forum ASEAN, IBM memperkenalkan “superpower” untuk para CIO, sebagi cara baru mengelola infrstruktur TI dengan AI.
Bergulirnya Artificial Intelligence (AI) ke area-area produksi di perusahaan mulai membuahkan hasil. “Perusahaan yang menggunakan AI, membawanya ke ranah produksi, mulai memperlihatkan kinerja yang lebih baik daripada perusahaan lain (yang belum mengaplikasikan AI) dalam hal pertumbuhan pendapatan, profitabilitas,” ujar Rob Thomas, Senior Vice President, IBM Cloud and Data Platform, IBM.
Berbicara dalam sesi keynote di ajang Data and AI Virtual Forum ASEAN, Rob Thomas mengatakan bahwa IBM tidak berhenti di sana dan telah memikirkan langkah AI selanjutnya. Terutama untuk menjawab pertanyaan “bagaimana AI dapat benar-benar mengubah cara bisnis beroperasi?”.
Salah satu tantangan dalam operasi TI di lingkungan organisasi adalah system down time. Apalagi di masa kini ketika pelanggan menuntut layanan dan aplikasi selalu tersedia, dan ketika kompetisi serta disrupsi membayangi bisnis.
Down time pada sistem dapat berujung pada konsekuensi ekonomi yang besar. Secara global, biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan di seluruh dunia ketika terjadi down time pada sistem TI bisa mencapai US$26,5 miliar.
Sementara para CIO tugasnya tidak hanya menjaga agar sistem tidak mati, tapi para pemimpin TI ini pun dituntut untuk terus berinovasi. “Dan kombinasi dari dua hal ini adalah sebuah bencana bagi CIO. Oleh karena itu kami menyadari kami harus mencari cara memanfaatkan AI agar CIO bisa beraksi dan bukan bereaksi,” ujar Rob Thomas.
Sebagai langkah pertama, IBM membangun kapabilitas dan teknologi yang dapat membantu CIO mengelola arsitektur TI dengan cara berbeda, yaitu dengan Watson AIOps. Disebut sebagai ‘kekuatan super’ bagi para CIO, Watson AIOps diibaratkan Rob sebagai ‘makhluk kecil’ yang duduk di pundak CIO, membantu para CIO secara terus menerus mengamati/mengawasi apa yang terjadi pada infrastruktur TI-nya.
“Melihat sistem berjalan, memprediksi hal-hal yang mungkin menjadi masalah, membantu CIO melakukan triase (skrining cepat) atau memperbaiki masalah. Watson AIOps benar-benar menjadi nadi bagi keseluruhan linkungan TI, dan Anda memiliki AI untuk mengawasi segala sesuatu yang terjadi di organisasi Anda,” jelas Rob.
Beberapa pelanggan IBM yang telah mencoba Watson AIOps mengatakan bahwa masalah yang biasanya diselesaikan dalam hitungan hari, kini bisa selesai dalam satu jam; masalah yang membutuhkan waktu resolusi berjam-jam, kini dapat dituntaskan dalam hitungan menit.
Langkah kedua yang dilakukan IBM adalah membangun ekosistem di seputar Watson AIOps. “Tiap organisasi memilik tool TI, software, dan hardware yang beraneka ragam. Dan Watson AIOps harus dapat terkoneksi dengan itu semua dengan tanpa gangguan,” ujar Rob Thomas. Hal itu dapat dilakukan melalui ekosistem.
Sejalan dengan konsep Watson Anywhere yang dicanangkan IBM beberapa tahun lalu, Watson AIOps juga dapat berjalan di mana saja, sesuai kebutuhan perusahaan, berkat Red Hat OpenShift. Watson AIOps dapat berjalan di data center on-premises, di public cloud, bahkan dapat bekerja secara lintas lingkungan TI.
Di samping itu, Rob Thomas mengingatkan tentang data sebagai penentu kualitas AI. “Dan kualitas AI itulah yang akan mendorong kemampuan organisasi untuk memprediksi dan membuat keputusan dengan lebih baik. Betul-betul sangat fundamental dalam perjalanan (menerapkan AI) ini,” jelasnya.
Terkait urusan data yang berkualitas ini, IBM memperkenalkan AI Ladder, suatu pendekatan terkait data untuk menuju pada adopsi AI. Pendekatan ini memuat cara mengumpulkan, mengorganisasikan, menganalisis, dan menanamkan AI dalam proses bisnis.
Dan ketika AI ditanamkan ke dalam proses bisnis, perusahaan harus memerhatikan bagaimana melakukan modernisasi terhadap aplikasi, terutama membuatnya menjadi cloud-native. “Dan begitu Anda menyentuh data dan aplikasi, sekuriti harus menjadi prioritas utama. Inilah mengapa kami membangun arsitektur security portfolio yang akan mendukung kebutuhan sekuriti di tiap lapisan, mulai dari sistem operasi, data, aplikasi, hingga ke berbagai end point,” ujar Rob Thomas.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR