Director Hybrid Infrastructure Services Business Multipolar Technology, Yohan Gunawan, mengungkapkan bahwa setidaknya ada enam perbandingan yang perlu diketahui perusahaan/organisasi antara penyimpanan data berbasis on-premise dan on-cloud.
Untuk diketahui, on-premise adalah adopsi teknologi yang di mana mulai dari pengadaan infrastruktur hingga software dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan itu sendiri. Sedangkan on-cloud merupakan adopsi teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data dan aplikasi, di mana perusahaan memiliki hak akses (login). Seluruh infrastruktur sendiri disediakan oleh cloud provider.
Enam perbandingan itu sendiri diungkapkan Yohan dalam webinar InfoKomputer TechGathering yang bertajuk “New Normal: The Era of Consumption-Based IT Model.”
Pertama, adalah cost (biaya). Pada on-premise, perusahaan harus siap mengeluarkan biaya yang besar di awal karena bentuknya yang bersifat capex.
“Meskipun bisa diakali dengan leasing di mana pembayaran menjadi bertahap, tapi itu tetap kategorinya bukan pay-per-use (pembayaran-per-pemakaian). Perusahaan harus kontrak sekian tahun yang diharus komitmen dengan penyedia leasing untuk membayarnya dan tidak bisa diputus di tengah perjalanan kontrak itu,” terang Yohan.
Berbeda dengan on-cloud, di mana perusahaan bisa melakukan pemutusan sewaktu-waktu dengan penyedia layanan (cloud provider). “Jadi kita seperti trial (mencoba). Kalau misalnya jalan (cocok), kita bisa tambah kapasitasnya,” cetus Yohan.
Kedua, security (keamanan). Sebagian perusahaan yang menerapkan on-premise, sering kali merasa data yang mereka miliki tersimpan dengan baik dan aman di data center.
“Tapi jangan lupa ketika kita menyimpannya di data center kita, yang secara fisiknya teruji, jangan lupa ada jalur internet. Di mana itu suatu pintu yang terbuka juga. Dan hacker sekarang itu tidak perlu datang ke tempat Anda untuk mengambil data penting. Terbuka jalur yang begitu banyak di internet untuk masuk ke data center Anda,” papar Yohan.
Sedangkan on-cloud, menurut Yohan security secara fisik memang tidak bisa disentuh perangkatnya, karena ada di cloud provider. Namun, dikarenakan cloud provider memiliki skala global yang terkoneksi secara internet di manapun, tentunya security yang mereka tawarkan biasanya tidak ada yang bisa melawan (hacker).
“Karena mereka (cloud provider) pemain skala global, justru tingkat security untuk pencurian lewat internet ke data center mereka biasanya lebih kecil dibandingkan perusahaan standar pada umumnya. Kecuali perusahaan itu berskala global atau besar yang memang bisa bertanding dengan mereka,” tutur Yohan
Selanjutnya, yang ketiga yakni data. Perusahaan harus meneguhkan keyakinan apakah setiap data yang dimiliki akan ditaruh di on-premise atau on-cloud. Hal ini penting diperhatikan agar setiap data yang akan dialokasikan antara kedua lokasi itu tidak bermasalah dengan aturan.
“Aturan itu tidak bicara secara teknik bisa atau tidak data itu disimpan, tapi itu adalah aturan bahwa data itu harus disimpan di wilayah kedaulatan suatu negara. Itu adalah aturan yang harus kita patuhi. Makanya harus perhatikan tentang peraturan ini,” jelas Yohan.
Baca Juga: Adopsi Teknologi Cloud Merupakan Sebuah Keniscayaan bagi Perusahaan
Yang keempat, terkait dengan data privacy (privasi data). Ketika data itu sudah disimpan perusahaan harus menjamin privacy-nya, kepemilikan data itu. Berkaca dari kejadian, suatu negara bisa meminta data untuk ditempatkan di wilayah kedaulatan negara itu.
“Tentu penting untuk kita pikirkan tentang privacy dari data-data yang kita miliki itu,” imbuh Yohan.
Kemudian, yang kelima yaitu stability (stabilitas). Ketika bicara stability, menurut Yohan on-prem sebenarnya dapat dibuat secara stabil namun dengan resiko biaya yang dikeluarkan besar. Sedangkan on-cloud, saat ini sudah banyak cloud provider yang membuat sistem yang sangat stabil dan perusahaan cukup membayar biaya berlangganan.
Yang terakhir adalah compatibility (kompatibilitas). “Ketika kita membentuk sendiri on-premise, mungkin kita berpikir 100% semuanya ada di tangan kita. Seperti bagaimana kita mengontrol kompatibilitas antar aplikasi dan sistem. Di on-cloud pun rata-rata kini mereka sudah menawarkan konsep yang juga terbuka, di mana semua itu bisa saling kompatibilitas,” kata Yohan.
Lantas, apakah ada solusi yang di mana perusahaan bisa mendapatkan kesimbangan benefit dari on-premise dan on-cloud? Jawabannya ada.
Salah satu solusi yang bisa menjawab hal itu adalah HPE GreenLake, yang merupakan solusi besutan Hawlett Packard Enterprise (HPE).
Dengan solusi HPE GreenLake, perusahaan bisa menyesuaikan kebutuhan pengembangan infrastruktur TI baik itu server, storage maupun networking tanpa harus mengeluarkan investasi di awal yang besar.
HPE GreenLake merupakan sebuah solusi berbasis cloud yang saat ini bisa berjalan pada platform Microsoft Azure, Amazon Web Service dan Google Cloud.
Melalui GreenLake ini, HPE memberikan penawaran berupa sistem pay-per-use. Yang artinya, pengguna solusi (perusahaan) ini hanya akan dikenai biaya sesuai dengan pemakaian saja.
Baca Juga: Alasan Solusi HPE Greenlake Mampu Tingkatkan Keuntungan Perusahaan
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR