Samsung baru saja meluncurkan ponsel lipat teranyarnya, Galaxy Z Fold 2, secara global, Senin (1/9/2020). Ponsel tersebut dibanderol dengan harga 1.999 dolar AS atau sekitar Rp29,4 juta.
Meski dijual dengan harga yang cukup tinggi, ponsel lipat ini tak dibekali dengan fitur biometrik berupa modul pemindai sidik jari (fingerprint) yang sudah tertanam di bawah permukaan layar (under screen).
Sebagai gantinya, Samsung menyematkan modul tersebut di bingkai ponsel alias side-mounted agar pengguna bisa membuka kunci layar (lock screen) ponsel.
Lantas, mengapa smartphone yang lebih mahal dibanding seri Galaxy S dan Note ini masih menggunakan fingerprint scanner konvensional?
Menurut Product Marketing Manager Samsung Electronics Indonesia, Taufiq Furqan, Samsung sengaja meletakkan sensor sidik jari di bingkai ponsel agar gampang diakses, mengingat layar perangkat ini bisa dilipat.
"Kalau memakai side fingerprint itu mempermudah pengguna, baik ketika layar sedang dilipat atau dibentangkan, sehingga mereka bisa mengakses ponselnya di kondisi apapun," kata Taufiq di acara Samsung Virtual Event.
Taufiq melanjutkan, apabila sensor fingerprint dipasang di dalam layar, fitur tersebut nantinya tidak akan bisa dipakai ketika ponsel sedang dalam mode dilipat.
Begitu pula sebaliknya, jika modul fingerprint disematkan di layar sekunder (cover display), maka fitur tersebut tak akan bisa dipakai di layar utama.
"Apabila modul fingerprint dipasang di salah satu layar, atau keduanya, itu tidak efektif," imbuh Taufiq.
Tak hanya Galaxy Z Fold 2, ponsel lipat Samsung lainnya, seperti Galaxy Fold dan Galaxy Z Flip, memang memiliki modul pemindai sidik jari yang diletakkan di bingkai ponsel.
Sehingga, tak aneh jika Samsung memutuskan untuk melanjutkan penggunaan side fingerprint di ponsel lipat generasi terbarunya, mungkin karena ponsel foldable cocok lebih dengan model pemindai sidik jari seperti ini.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR