Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengungkap penolakan yang pernah dialaminya saat menawarkan produk inovasi ventilator buatan dalam negeri.
Alasan penolakannya adalah jumlah ventilator di rumah sakit sudah cukup.
"Tapi sekarang, ketika tambahan kasus COVID-19 menjadi lebih tinggi daripada saat kami meluncurkan ventilator, ternyata terbukti jumlah ventilator kurang," kata Menristek Bambang dalam Lokakarya Bakti Inovasi untuk Bali Kembali di Badung, Bali.
Alasan lainnya, dokter di Indonesia masih belum berani menggunakan ventilator buatan dalam negeri.
Solusinya, para dokter masih menggunakan produk impor. Padahal, ventilator lokal sudah melalui pengujian dan terstandarisasi oleh kementerian kesehatan sendiri.
"Ya mungkin dia mikir jumlah kasusnya akan turun dan berpikir ngapain mengadakan ventilator lagi....itu yang salah," katanya di hadapan antar lain Gubernur Bali I Wayan Koster.
Bambang, yang juga mantan Kepala Bappenas/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, menyayangkan penolakan yang masih besar untuk memanfaatkan produk inovasi nasional.
"Tidak ada rasa percaya dan kesediaan untuk menggunakan produk inovasi sendiri," katanya.
Padahal, Bambang menegaskan produk ventilator buatan sejumlah perguruan tinggi dan lembaga itu tidak kalah dengan produk impor. Para penelitinya juga telah bekerja keras karena sebelum pandemi, menurut Bambang, tidak ada produksi ventilator di dalam negeri.
Yang terjadi, banyak yang masih menggunakan alat-alat impor. Mereka lebih memilih mencari produk dari luar negeri sementara kebutuhan ventilator dunia juga masih tinggi karena pandemi.
"Ngapain kita rebutan di luar kalau di Indonesia sudah bisa buat sendiri," katanya yang dalam acara itu juga membagikan sebagian produk inovasi nasional untuk digunakan di Provinsi Bali (Bakti Inovasi).
Kemampuan produk inovasi nasional itu kembali mendapat penekanan dari Menristek Bambang Brodjonegoro saat berada di kampus Universitas Udayana, Rabu 23 Desember 2020.
Sejumlah produk bahkan dinilainya lebih inovatif dan tidak ditemukannya di luar negeri. Dia menunjuk contoh GeNose, alat deteksi COVID-19 lewat buangan napas dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Jadi intinya memang kalau mau produk inovasi indonesia lebih bermanfaat, ya orang Indonesia sendiri harus percaya dan memakai," kata menristek. "Tanpa itu ya ini hanya akan menjadi berita saja atau foto option, tidak menjadi sesuatu yang riil membantu masyarakat."
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR