Israel saat ini menjadi negara terdepan dalam jumlah per kapita yang telah divaksin Covid-19. Berdasarkan data 18 Januari 2021, 29 dari 100 penduduk Israel sudah mendapat vaksin. Angka itu jauh di atas negara besar lain, termasuk Inggris, AS, Rusia, bahkan China. Padahal Israel baru memulai vaksinasi pada 19 Desember 2020.
Dampak dari vaksin pun langsung terasa. Kementerian Kesehatan Israel menyebut dari 715.425 warga yang telah divaksin, hanya 317 warga (atau sekitar 0,04%) yang terinfeksi virus Covid-19 seminggu setelah suntikan kedua. Dari jumlah itu, hanya 16 orang yang mengalami gejala parah dan harus dibawa ke rumah sakit.
Dengan jumlah penduduk hanya 9 juta orang, Israel memang tidak mengalami tantangan negara dengan populasi besar seperti AS, Inggris, atau Indonesia. Namun jika ada pelajaran penting dari keberhasilan Israel tersebut adalah pentingnya memiliki sistem data kesehatan penduduk yang komprehensif.
Kunci Sukses Vaksinasi Israel
Sistem kesehatan Israel berpusat pada National Health Records (NHR) yang menjadi pusat data dan informasi kesehatan semua warga Israel. Sistem NHR ini ibarat gudang rekam medik digital dari semua warga Israel yang tersimpan sejak 30 tahun lalu. Data ini pun terintegrasi dan dapat diakses pihak terkait di sektor kesehatan dengan sekali klik.
Rapinya sistem kesehatan Israel (serta jumlah penduduk yang relatif kecil) menarik perhatian Pfizer. Israel menjadi kandidat ideal bagi penelitian komprehensif untuk menguji efektivitas vaksin Covid-19 produksi Pfizer.
Apalagi Israel berhasil menyakinkan Pfizer tentang kemampuan mereka melakukan vaksinasi dengan cepat. “Kami mengatakan ke Pfizer: sesaat Anda menyerahkan vaksin, kami akan melakukan vaksinasi dengan kecepatan yang tidak pernah Anda lihat sebelumnya,” ungkap Menteri Kesehatan Israel, Yuli Edelstein kepada NPR.
Pfizer pun akhirnya berkomitmen menyediakan vaksin ke Israel dengan iming-iming mendapatkan data implementasi di lapangan secara rutin. Dalam surat perjanjian resmi antara Pemerintah Israel dan Pfizer, tertulis tujuan pemberian vaksin adalah mendapatkan data efektivitas vaksin dalam membentuk herd immunity. Jika efektifitas vaksin terbukti di implementasi dunia nyata (di luar lingkup percobaan seperti selama ini), Pfizer pun memiliki modal bagus dalam mengklaim efektivitas produknya.
Kontroversi “Tukar” Vaksin dengan Data
Akan tetapi, beberapa pihak di Israel mulai mempertanyakan bentuk perjanjian ini. Peneliti di Israel Democracy Institute, Tehilla Shwartz Altshuler, menyebut pentingnya menelisik lebih lanjut mengenai perjanjian ini. “Karena bisa dibilang, ini adalah eksperimen medis terbesar yang dilakukan di abad 21,” ungkap Tehilla.
Pemerintah Israel sendiri memastikan, Pfizer tidak akan mendapatkan data spesifik yang menunjuk individu tertentu. Data yang didapat Pfizer adalah kumpulan data statistik yang juga terbuka untuk publik, seperti jumlah warga yang divaksin, jumlah kasus infeksi, atau jumlah pasien yang terpaksa dibawa ke rumah sakit.
Israel sendiri saat ini sedang melakukan lockdown untuk ketiga kalinya, dengan jumlah infeksi berada di kisaran 5000 kasus per hari. Namun angka ini diprediksi akan turun drastis di awal bulan ini, seiring kian masifnya program vaksinasi Covid-19. Israel pun memiliki harapan kembali ke kehidupan normal lebih cepat dibanding negara lain.
Dan semua itu terjadi akibat manajemen data kesehatan yang rapi. Bisakah kita meniru Israel?
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR