Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa 95 perusahaan di Indonesia mengakui bahwa kesiapan dalam mempercepat transisi menuju lingkungan kerja jarak jauh pada awal COVID-19 cukup beragam, mulai dari 'sangat' hingga 'cukup' siap.
Hanya 22% responden mengatakan bahwa lebih dari 50% tenaga kerja mereka bekerja dari jarak jauh sebelum pandemi. Namun, jumlah itu diperkirakan meningkat menjadi 32% ketika membahas situasi ketenagakerjaan setelah pandemi selesai.
Hal ini sejalan dengan gagasan bahwa tempat kerja hybrid - yang mengakomodasi karyawan senantiasa berpindah antara bekerja dari jarak jauh dan di kantor - telah menjadi tren yang menonjol dan mungkin permanen sehingga membentuk cara kerja kita di masa depan. Memahami dan menyambut kondisi ini dengan benar sekaligus menciptakan lingkungan kerja hybrid yang fleksibel, aman, dan terjamin sangat penting dalam mendorong ekonomi digital Indonesia ke depan.
Cisco Director of Cybersecurity untuk ASEAN, Juan Huat Koo mengungkapkan bahwa keamanan siber lebih dari sekadar kewajiban yang perlu dipenuhi. Saat perusahaan memberikan perubahan signifikan pada teknologi dan prioritas bisnis mereka, keamanan siber harus menjadi jembatan yang memungkinkan perusahaan berkolaborasi secara produktif dan memaksimalkan potensi mereka.
“Hal ini perlu didukung oleh kebijakan yang kuat, penegakan yang kokoh, dan program pendidikan karyawan yang konsisten. Tujuannya tentu agar bisa membangun budaya keamanan siber yang sehat dan terintegrasi, bagi perusahaan dan juga tenaga kerjanya dalam jangka panjang,” tutup Juan.
Temuan penting lainnya dari survey tersebut meliputi:
*Perlindungan titik akhir atau endpoint adalah tantangan utama bagi perusahaan di Indonesia, dengan 74% responden menyatakan bahwa keamanan laptop/ desktop kantor menjadi tantangan terbesar dalam melindungi lingkungan kerja jarak jauh. Hal ini diikuti dengan keamanan informasi pelanggan dan aplikasi cloud sebesar 68%, serta perangkat pribadi sebesar 61%.
*Perangkat kolaborasi (73%) adalah solusi TI teratas yang diadopsi oleh pelaku bisnis di Indonesia untuk penyelenggaraan kerja jarak jauh, diikuti oleh berbagi dokumen berbasis cloud (68%), dan langkah-langkah keamanan siber (63%).
*Perubahan kebijakan keamanan siber teratas yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kendali atas web dan penerimaan atas kebijakan penggunaan (76%). Hal ini diikuti oleh perlindungan titik akhir (62%) dan penerapan otentikasi multi-faktor (MFA) (61%).
*Pendidikan lebih lanjut dan keamanan yang lebih baik, sederhana, mudah digunakan, sekaligus bisa diajak kerja sama sangat dibutuhkan, dengan 74% perusahaan mengatakan kurangnya pendidikan dan kesadaran karyawan sebagai tantangan besar dalam upaya penguatan protokol keamanan siber untuk kerja jarak jauh, lalu diikuti dengan antarmuka yang tidak konsisten (51%).
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR