Survei tahunan Microsoft bertajuk Digital Civility Index (DCI) menyebutkan warganet asal Indonesia menduduki nomor buncit atau paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Adapun warganet Singapura berada di peringkat pertama dalam survei yang dirilis belum lama ini.
Sementara warganet Malaysia dan Thailand masing-masing menduduki posisi kedua dan ketiga dalam survei tersebut. Survei itu dilakukan selama April hingga Mei 2020 yang melibatkan 16.000 responden dari kalangan muda maupun tua.
Mengutip Mashable, survei itu menunjukkan semakin rendah skor berarti paparan risiko online semakin rendah. Dengan begitu, tingkat kesopanan netizen di negara itu semakin tinggi.
Paparan risiko online yang dimaksud adalah hoaks, ujaran kebencian, penipuan, atau diskriminasi yang dialami di dunia maya. Menurut survei Microsoft, yang membuat skor Indonesia semakin terpuruk ternyata justru kalangan dewasa.
Adapun skor untuk netizen berusia remaja tidak berubah dibandingkan dengan tahun lalu. Berdasarkan beberapa komponen yang diukur Microsoft itu, ancaman terbesar netizen Indonesia adalah hoaks dan penipuan yang naik 13 poin, ujaran kebencian naik 5 pon.
Empat dari 10 responden menilai kesopanan lebih baik selama pandemi. Namun hampir 5 dari 10 orang mengaku terlibat dalam bullying dan 19 persen responden mengaku sebagai target. Di luar itu semua, kabar positifnya adalah tingkat diskriminasi turun 2 poin.
Sementara itu di Singapura negara dengan tingkat kesopanan netizen tertinggi di Asia Tenggara, peningkatan DCI sebagian besar dipimpin oleh remaja. Hal itu mengakibatkan penurunan yang signifikan yang disebabkan oleh interaksi online negatif, sebesar 6 poin.
Sebagai perbandingan, jika responden Indonesia menilai pandemi Covid-19 membawa pengaruh baik terhadap interaksi sosial jagat maya, Singapura justru sebaliknya. Sebanyak 3 dari 10 responden Singapura mengatakan bahwa jagat maya memburuk di tengah pandemi karena penyebaran berita bohong dan informasi yang salah.
Adapun indeks dalam survei tersebut diukur dari persepsi warganet terhadap risiko yang mungkin mereka dapatkan seperti ujaran kebencian, perundungan siber (cyber bullying), pelecehan daring, penyebaran data pribadi, dan ancaman terhadap keberadaban. Posisi Indonesia pada peringkat ke-29 dari total 32 negara subyek studi.
Menkominfo
Menanggapi hasil survei tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan pihaknya telah membentuk Komite Etika Berinternet atau Net Ethics Committee (NEC).
Komite itu diharapkan bisa mewujudkan ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, produktif dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Kehadiran NEC sangat penting karena di tengah penggunaan ruang digital yang sedemikian masif ini belum sepenuhnya diikuti dengan perilaku pemanfaatan digital yang beretika.
"Indonesia menduduki peringkat ke-29, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan posisi bawah, di antara negara-negara Asia Pasifik lainnya," kata Johnny dalam konferensi pers virtual, Jumat, 26 Februari 2021.
Hal itu, menurut Johnny, dapat dipicu oleh penyebaran hoaks, disinformasi dan ujaran kebencian yang makin marak ditemukan di ruang digital Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Secara garis besar, skor ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat penyebaran hoaks, disinformasi, ujaran kebencian, serta kejadian bullying dan pelecehan daring yang semakin marak," ucapnya.
Lebih lanjut, Johnny menjelaskan tugas NEC di antaranya merumuskan panduan praktis terkait budaya serta etika berinternet dan bermedia sosial. Dengan begitu diharapkan bakal mendorong peningkatan literasi digital.
"Di mana kecakapan untuk menggunakan instrumen digital dan kemampuan merespon arus informasi digital dapat ditumbuh-kembangkan secara optimal," ujarnya menanggapi survei yang dikeluarkan Microsoft tersebut.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR