Pandemi memaksa perusahaan mengubah pola dan cara kerja karyawan dengan memanfaatkan teknologi. Namun tak sedikit pekerja yang merasa cara kerja baru ini justru menggerus produktivitas. Bagaimana mengatasi tantangan ini?
Telkomtelstra mengulas hal ini dalam webinar yang diselenggarakan oleh Youth Council Telkomtelstra. Mengusung tema Passionate Life and Excellent Career with Work-Life Integration, webinar ini merupakan bentuk dukungan Telkomtelstra dalam mendorong pengelolaan lingkungan kerja agar tetap produktif di kala pandemi.
menjelaskan pandemi Covid-19 berdampak pada bisnis dan kehidupan para pekerja. Dulu pekerja dapat mengatur kehidupan pribadi dan pekerjaan. Namun saat pandemi, aktivitas fisik di kantor telah beralih ke 'kerja virtual' atau 'tempat kerja digital'.
“Acara ini diorganisir oleh Youth Council Telkomtelstra sebagai organisasi internal Telkomtelstra yang semua anggotanya merupakan milenial dan merupakan suara kaum muda di Telkomtelstra. Youth Council Telkomtelstra dibentuk lebih dari satu tahun yang lalu, sebagai sarana diskusi, juga memberi masukan kepada pimpinan perusahaan,” jelas President Director Telkomtelstra, Erik Meijer.
Erik menjelaskan, webinar tersebut berangkat dari keresahan generasi milenial saat bekerja di era pandemi. Mereka beranggapan bahwa bekerja dari rumah kurang produktif dan kurang mendapatkan bimbingan oleh atasan-atasannya, karena sistem bekerja tidak face to face tapi melalui teknologi. “Teknologi ini bisa sangat membantu tapi kalau tidak diterapkan dengan baik bisa juga menjadi hambatan,” jelasnya.
Harus Disertai Kultur
Senada dengan Erik, Rektor Mahakarya Asia University, Ferro Ferizka Aryananda mengatakan, para pekerja harus memanfaatkan teknologi atau melakukan transformasi digital untuk mengintegrasikan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Karena transformasi digital akan mendukung pekerjaan supaya lebih efektif dan efisien.
“Kita sudah bekerja di rumah selama lebih dari satu tahun, kita akan kembali ke kantor, walaupun sudah ada vaksin kondisinya tidak akan sama tetap ada di kondisi new normal, sebagian kerja di rumah sebagian kerja di kantor, sehingga harus bertransofrmasi ke era digital,” kata Ferro.
Namun, kata Ferro, transformasi digital tanpa jiwa hanyalah sebuah alat. Untuk itu harus mengadopsi teknologi supaya mengubah proses bisnis yang lama menjadi efisien. Teknologi menjadikan orang lebih produktif tapi harus berdasarkan kultur.
“Dahulu orang bekerja sesuai jam kerja namun adanya pandemi mengubah semuanya. Orang dahulu bekerja secara teratur namun saat pandemi kapanpun bisa meeting hingga lupa waktu, tanpa adanya culture yang bagus mengakibatkan orang menjadi stres,” ujarnya.
Menurutnya, kita tidak perlu mengikuti budaya atau culture organisasi lain atau dipaksakan. Namun justru perusahaan haris menggali potensi diri yang ada. Adanya teknologi sangat membantu namun jika dipaksakan harus melihat kesiapan dari organisasi tersebut.
“Banyak orang mengacu pada bagaimana Microsoft melakukan sesuatu, namun lupa culture kita sendiri. Kita tinggal mengenali potensi diri dan menyesuaikan teknologi dengan kebutuhan yang ada,” jelas Ferro.
Perhatikan Pengaturan Kerja Jarak Jauh
Sementara Dhany Soepardi, Service Solution Architect Telstra menceritakan pengaturan kerja jarak jauh sebelum dan saat pandemi jauh berbeda. Jika dulu membayangkan kerja jarak jauh bisa di pinggir pantai, kini harus ada di dalam sebuah ruangan.
Selain itu, tidak adanya jam kerja membuat pekerja tidak mempunyai waktu pribadi dan waktu bersama keluarga. Kesendirian juga menghinggapi akibat tidak adanya interaksi fisik atau bertatap muka secara langsung antar pekerja.
“Memang tidak mudah bekerja di era pandemi, kapanpun bisa mengerjakan pekerjaan. Tiba-tiba ada pesan instan masuk tentang pekerjaan saat malam dan harus langsung dikerjakan. Kemudian biasanya berinteraksi dengan orang kantor namun kini jadi tidak bisa,” jelas Dhany.
Cermat Kelola Lingkungan Kerja di Rumah
Dari sisi psikologis manusia, Psikolog Klinis, Tara de Thouars menjelaskan masyarakat, khususnya para pekerja, tidak bisa menghindari bercampurnya waktu pekerjaan dengan kehidupan pribadi di tengah pandemi. Sehingga dituntut untuk menjalankan dua peran secara bersamaan.
Menurutnya, otak pekerja dipaksa untuk mengurus sesuatu secara bersamaan. Padahal tidak semua orang dapat beradaptasi dengan baik. Meskipun tempat kerja digital pasti bermanfaat, transisi bisa jadi sulit dan menemukan keseimbangan dalam hidup dan bisa menjadi lebih rumit.
Tara mengungkapkan, untuk mengatasi kehidupan yang rumit itu, tidak cukup dengan membagi waktu karena ritme kerja sudah berubah. Cara mengatasinya yaitu dengan mengelola lingkungan kerja dari rumah untuk menciptakan integrasi kehidupan kerja yang lebih baik.
“Dulu menyeimbangkan waktu dan pekerjaan. Kalau sekarang mengintegrasikan pekerjaan dan kehidupan pribadi secara bersamaan. Bukan berarti temenin anak belajar sambil mengerjakan pekerjaan, otomatis anak merasa tidak diperhatikan,” ujar dia.
“Kuncinya, kita sepenuhnya harus hadir dan fokus terhadap apapun tugas yang sedang dilakukan, setelah selesai baru pindah ke hal yang lain. Karena kita tidak bisa melakukan pekerjaan multitasking, sehingga salah satu pasti tidak akan maksimal,” pungkasnya.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR