Pabrikan smartphone raksasa asal China Huawei menghentikan produksi smartphone low-end atau murah karena kekurangan chip, mengingat saat ini pabrikan smartphone telah menghadapi banyak masalah dalam menghadapi kelangkaan chip.
Toko-toko ritel Huawei di China pun mengakui bahwa saat ini Huawei menjual smartphone dengan jumlah sedikit.
“Hampir setiap model smartphone di toko Huawei sekarang sudah habis, dengan konfigurasi dan varian warna tertentu juga tidak tersedia,” kata salah seorang karyawan toko, seperti dikutip MyDrivers.
Dari lima toko yang dikunjungi, total gabungan hanya empat model smartphone Huawei yang dijual.
Selain model-model smartphone yang berkurang, harga smartphone Huawei juga tergerus dan smartphone Huawei kelas low-end dipastikan sudah ludes terjual.
Di salah satu toko resmi Huawei di Chengdu, China, penjual mengatakan seri Nova untuk pelajar sudah tidak lagi diproduksi.
Varian termurah Huawei yang tersedia saat ini adalah Nova 8 Pro. Model tersebut juga tersedia dalam jumlah terbatas dan dengan harga 3.999 Yuan (sekitar Rp 8,8 juta), seperti dikutip Gizmochina.
Sudah menjadi rahasia umum, saat ini pabrikan smartphone sedang menghadapi krisis semikonduktor akibat pandemi Covid-19.
Migrasi ke Software
Tekanan pemerintah AS membuat Huawei berpikir ulang untuk terus bertahan di bisnis hardware.
Banyak isu beredar, Huawei bakal mengalihkan bisnisnya ke industri software seperti cloud sampai mobil pintar, menyusul sejumlah bisnis Huawei yang diresmikan beberapa waktu belakangan.
Pekan lalu, produsen mobil Arcfox menghadirkan mobil yang diperkuat teknologi Huawei, termasuk sistem operasi HarmonyOS serta kemampuan mengemudi otonom. Huawei memang tidak membuat perakitan mobil tetapi Huawei fokus mengembangkan teknologi yang menggerakan mobil tersebut.
Tak hanya otomotif, Huawei juga menghadirkan beberapa produk cloud baru yang akan bersaing dengan raksasa Cina lainnya, Alibaba.
"Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan proporsi dari bisnis software dan layanan kami dalam gabungan pemasukan total," jelas Huawei seperti dikutip CNBC.
Proses migrasi bisnis itu muncul karena adanya sanksi AS terhadap Huawei yang menyebabkan pendapatan bisnis smartphone anjlok.
Sudah menjadi rahasia umum, Huawei masuk ke dalam daftar hitam, yang dikenal sebagai Daftar Entitas, pada 2019 yang berdampak pada terbatasnya akses ke teknologi AS.
Kemudian tahun lalu, AS juga memutuskan untuk menghentikan pasokan semikonduktor ke Huawei.
Neil Shah selaku Research Director di Counterpoint Research menyatakan, sanksi AS membuat Huawei menjadi kesulitan memperoleh komponen semikonduktor penting dan teknologi terkait dari AS.
Pada akhirnya, mereka kemudian mengalihkan bisnis ke software, cloud, dan layanan.
"Huawei menggandakan bisnisnya menjadi perusahaan software/cloud dan layanan. Dengan upaya ini, Huawei akan menjadi seperti Google," jelas Shah.
Source | : | Gizmochina,CNBC |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR