Penulis: Alfons Tanujaya (Ahli Keamanan Siber, Specialist Vaksin.com)
Profesi penagih hutang atau DC (debt collector) sering kali diasosiasikan dengan penampilan yang mengintimidasi, galak, berpikiran pendek, dan berani melakukan hal yang mengintimidasi korbannya guna mencapai tujuannya; serta tidak sungkan melanggar hukum dalam menjalankan tugasnya menagih hutang dari peminjam. Jika sebelum era digital, tampilan fisik yang mengintimidasi dan jenis kelamin pria tak jarang menjadi salah satu syarat DC; dalam era digital ini profesi DC juga ikut berevolusi. Syarat yang diperlukan bergeser pada kemampuan verbal (bacot) yang mumpuni, utamanya untuk DC pinjol ilegal.
Beberapa kali terungkap dari sejumlah pemberitaan pinjol (pinjaman online — pinjaman daring) ilegal, omong besar dan berani melanggar etika dilakukan DC untuk mengintimidasi korbannya dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, profesi ini juga banyak dilakoni kaum wanita bukan lagi sekadar kaum pria. Kaum wanita secara natural umumnya memiliki kemampuan verbal tinggi. Bahkan, bila dibekali dengan dukungan data yang tepat, korbannya akan dibuat tidak berdaya.
Tidak percaya?
Berikut pengalaman Poltak yang juga tidak kalah galak ketika diteror DC pinjol ilegal dan bersikukuh tidak bersedia membayar pinjaman tersebut. Poltak malah menantang DC pinjol ilegal tersebut kalau berani melakukan kopi darat. Namun, Poltak langsung mengkeret dan melunasi pinjaman yang ditagih ketika DC pinjol ilegal berhasil mengetahui identitas istri dan tempat kerja istrinya, serta mulai meneror rekan-rekan di tempat kerja istrinya yang tidak tahu-menahu dan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Bisa-bisa hanya karena uang 1 sampai 2 juta rupiah istri jadi malu atau dikeluarkan dari tempat kerja.
Aksi Pinjol Ilegal
Tidak semua pinjol meresahkan. Bahkan, sebenarnya implementasi teknologi pada sistem keuangan banyak membantu menjangkau lebih luas masyarakat yang membutuhkan pinjaman cepat dan bersedia membayar bunga sedikit lebih tinggi dibandingkan institusi pinjaman konvensional. Dalam banyak kasus, konsumen pinjol kurang memenuhi persyaratan dan ditolak jika mengajukan pinjaman melalui lembaga keuangan konvensional seperti bank. Hal ini bisa dipenuhi oleh pinjol yang bisa memberikan pinjaman tanpa persyaratan rumit, jaminan, dan proses bertele-tele; serta dalam waktu cepat bisa langsung memberikan pinjaman tersebut.
Syaratnya adalah data kependudukan yang valid dan akses terhadap beberapa informasi krusial yang dibutuhkan jika peminjam mangkir atau tidak melunasi pinjamannya. Akses informasi krusial ini yang sering menjadi masalah utama karena menyangkut informasi pribadi, kontak dan data pribadi, yang nantinya akan dieksploitasi jika peminjam mangkir menjalankan kewajibannya.
Hal lain yang meresahkan adalah aksi pinjol ilegal yang menjebak: banyak korban yang mengeklaim tidak mengajukan pinjaman, tetapi akunnya mendapatkan transfer uang dari pinjol ilegal dan dipaksa untuk melunasi pinjaman dengan bunga setinggi langit yang jika dihitung mencapai ratusan persen per tahun.
Dalam menjalankan aksinya DC pinjol ilegal ini tidak segan meneror orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pinjaman tersebut; hanya karena ia menjadi teman dari peminjam atau namanya ada dalam kontak peminjam sudah cukup menjadikannya masuk dalam daftar teror dari DC pinjol ilegal. Teror ini dilakukan oleh orang yang sudah sangat terlatih dan tugasnya setiap hari hanya menelpon dan meneror kontak yang diyakini akan memaksa peminjam melunasi pinjamannya. Aksi ini dilakukan secara sistematis, berulang-ulang, tidak sopan dan sangat mengganggu. Umumnya DC pinjol ilegal menghindari kontak fisik dan tidak memiliki domisili yang tetap atau berpindah-pindah karena apa yang mereka lakukan memang melanggar hukum dan tidak beretika.
Jika aksi ini dilaporkan kepada pihak berwajib seperti kepolisian, terkadang penegak hukum juga mengalami kesulitan karena pinjol ilegal bersangkutan tidak memiliki domisili yang jelas, memanfaatkan kartu prabayar, dan berlokasi di luar kota. Selain itu, nominal pinjaman yang relatif kecil dan jumlah kasusnya yang sangat banyak, membutuhkan waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dilaporkan. Ada beberapa kasus pinjol ilegal yang berhasil diungkap pihak berwajib, tetapi hal itu disinyalir merupakan puncak gunung es dari banyaknya pinjol ilegal yang sangat meresahkan masyarakat.
Satgas Waspada Investasi
Lalu kemana peran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang notabene merupakan lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi sepak terjang pinjol ini? OJK sebenarnya sudah menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan memberikan rambu-rambu bagi pinjol seperti memberikan ambang batas bunga pinjaman yang boleh dikenakan kepada peminjam dan akses data apa saja yang yang boleh diminta oleh pinjol sebagai syarat pencairan pinjaman. Namun, OJK hanya bisa mengawasi pinjol yang terdaftar pada OJK dan tidak memiliki kontrol pada aksi pinjol yang tidak terdaftar atau pinjol ilegal. Celakanya lagi, justru aksi pinjol ilegal ini yang lebih banyak meresahkan masyarakat sehingga memberikan stigma negatif masyarakat pada pinjol.
Karena itulah harus ada lembaga yang berwenang mengurusi pinjol ilegal ini: SWI (Satgas Waspada Investasi) yang terdiri dari lembaga yang terkait dan berkepentingan seperti OJK, Kominfo, Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kejaksaan, Kepolisian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Lembaga ini harus aktif, efektif, dan strategis mengantisipasi aksi pinjol ilegal yang sangat gesit dan cepat berubah menyesuaikan diri dengan situasi dan ancaman industri yang dinamis.
Kabar baiknya, SWI berhasil menjalankan tugasnya sehingga pihak Play Store bersedia membatasi aplikasi finansial yang boleh dimasukkan ke Play Store. Selama ini setiap kali aplikasi pinjol ilegal yang meresahkan dilaporkan dan ditutup di Play Store, dalam waktu singkat pembuat aplikasi ini akan mengganti identitasnya dan kembali mendaftarkan aplikasinya dan menjalankan aksinya kembali sampai dilaporkan kembali dan ditutup. Hal ini bisa terjadi karena metode yang digunakan adalah metode blacklist yang sifatnya reaktif.
Namun kita patut mengacungkan jempol kepada SWI karena mereka berhasil menerapkan metode whitelist: semua aplikasi finansial yang ingin didaftarkan ke Play Store HARUS mendapatkan persetujuan tertulis dari OJK sebelum diperbolehkan muncul di Play Store. Hal ini akan sangat efektif menekan aksi kucing-kucingan aplikasi pinjol ilegal.
Virtual Account
Faktor lain yang perlu diperhatikan dan secara tidak langsung memudahkan aksi monetisasi dalam kejahatan digital adalah VA (virtual account). VA adalah akun virtual yang dikeluarkan oleh bank dan memiliki keunikan dapat dipersonalisasi secara unik dan mandiri oleh pemilik rekening untuk menerima pembayaran dari berbagai pihak dan sangat memudahkan pembuat VA mengidentifikasi adanya transfer yang masuk. VA bahkan dapat secara otomatis terkoneksi ke dompet digital tanpa perlu melalui proses berbelit membuka akun karena setiap dompet digital memiliki nomor yang unik sesuai nomor seluler. Setiap kali mengaktifkan kartu SIM dan layanan dompet digital, VA untuk dompet digital tersebut akan otomatis aktif dan dapat menerima transfer dana.
Fasilitas ini banyak dimanfaatkan oleh kriminal dalam memonetisasi hasil kejahatannya dengan mengirimkan hasil kejahatannya ke VA, termasuk pinjol ilegal yang juga memanfaatkan VA untuk menerima pembayaran cicilan dari peminjam dengan tujuan mempersulit identifikasi dan menyamarkan identitasnya. Pihak bank penyedia VA dan penyedia layanan dompet digital jelas memiliki akses terhadap hal ini dan seharusnya bisa secara proaktif membatasi penyalahgunaan VA dan dompet digital sebagai sarana monetisasi kegiatan yang melanggar hukum.
Mengenal Dimitri Josephine Sahertian, Instruktur Unreal Engine Kebanggaan Indonesia
KOMENTAR