Selama pandemi, transaksi uang digital mengalami pertumbuhan begitu cepat karena masyarakat dapat mengurangi risiko penularan COVID-19.
Pertumbuhan ini menjadi periode penting bagi sektor keuangan untuk mengintegrasikan keamanan dan meningkatkan kemampuan intelijen ancaman mereka, ini diungkapkan oleh perusahaan keamanan siber Kaspersky.
“Bagi sebagian besar penjahat dunia maya, memperoleh uang dengan mudah adalah motivasi utama. Dan sektor keuangan diposisikan secara unik untuk menjadi target serangan terlepas dari tren yang ada,” kata kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.
“Pertumbuhan layanan keuangan digital di Indonesia, seperti di wilayah lainnya, menciptakan risiko baru nan tinggi bagi pengguna dan penyedia layanan. Dalam hal ini, teknologi akan berperan menjadi game changer,” tambah Yeo.
Dengan pembatasan sosial dan peningkatan pengaturan kerja jarak jauh, tidak semua bank siap menangani ancaman dunia maya.
Pembatasan sosial juga menyebabkan penggunaan pembayaran digital dan platform uang elektronik meroket dalam waktu singkat.
Kemampuan teknologi dan model operasi yang dibangun untuk melanjutkan operasional perbankan, dianggap sebagai bagian penting dalam memastikan kelangsungan bisnis, mempertahankan kontrol dan penyesuaian, serta meningkatkan kinerja meskipun di saat masa penguncian.
Bank yang tertinggal dalam upaya transformasi digital juga menyadari perlunya mempercepat perjalanan digitalisasi mereka.
Bahkan, sebuah survei tahun ini menunjukkan lebih dari separuh masyarakat Indonesia memilih menggunakan layanan perbankan digital.
Meskipun kecepatan implementasi teknologi digital dianggap serius oleh lembaga keuangan, namun mengamankan platform dan pengguna juga memiliki nilai yang sama besarnya dengan inovasi.
Salah satu lembaga resmi keuangan Indonesia bahkan menyarankan dan memberikan kebijakan dasar bagi perbankan di Indonesia untuk mengutamakan keamanan siber guna melindungi konsumen di dalam negeri.
Tahun lalu, aplikasi perbankan digital Amerika mengalami insiden serangan siber oleh kelompok peretas bernama ShinyHunters yang mengakibatkan lebih dari 7,5 juta informasi pribadi pengguna seperti nama dan nomor jaminan sosial diposting secara publik di forum peretasan.
Dengan hampir separuh organisasi mengalami kesulitan menemukan perbedaan antara ancaman nyata dan positif palsu, tim keamanan justru dibiarkan “buta” alih-alih memprioritaskan ancaman yang dapat ditindaklanjuti dengan benar. Ini akan membuka celah untuk serangan tak terduga bagi organisasi.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR