Konsolidasi bisnis antara operator Indosat Ooredoo dengan Hutchison 3 Indonesia memberikan angin segar kepada proses transformasi digital di Indonesia.
Pemerataan jaringan 4G/LTE merupakan persyaratan mutlak untuk akses Internet yang dibutuhkan dalam transformasi digital. Tugas dan pekerjaan pemerintah menyediakan jaringan 4G/LTE khususnya di daerah yang selama ini tak terjangkau, diharapkan akan terbantu oleh aksi korporasi berupa konsolidasi operator.
Hingga tahun 2023, pemerintah sedang menggenjot pembangunan infrastruktur guna pemerataan jaringan 4G/LTE hingga pelosok daerah yang selama ini belum terjangkau sinyal operator.
Permintaan akses 4G/LTE terus meningkat dari waktu ke waktu. Menurut Dr. Ir. Ian Joseph Matheus Edward, Dosen ITB sekaligus Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB (PIKERTI-ITB), permintaan akan akses internet meningkat pesat, dan hal itu terjadi saat pandemic Covid-19.
“Baik untuk bersilatirahmi, mempererat ikatan keluarga, pendidikan, dan pembelajaran, perdagangan maupun hiburan,” ujarnya dalam diskusi terbatas telekomunikasi yang digelar oleh Indonesia Technology Forum pada Rabu, 13 Oktober 2021.
Data dari APJII memperlihatkan peningkatan pemakaian akses internet untuk belanja online, hiburan, hingga permainan (games). Catatan World Bank tahun 2021 menunjukkan Indonesia merupakan urutan ke-5 paling aktif di dunia maya (internet), di bawah Filipina, Brazil, Thailand dan Kolombia.
Lantas bagaimana dengan penetrasi akses 4G/LTE itu sendiri?
Ian, begitu sapaan akrab pakar telekomunikasi ini, menyebutkan penetrasinya telah mencapai 98 persen. Angka ini melebihi Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina. Dengan modal seperti ini seharusnya operator lebih mudah untuk melakukan ekspansi jaringan 4G/LTE.
Kehadiran jaringan 4G/LTE bukan sekadar sebagai penghubung sebuah daerah dengan wilayah lain yang lebih luas, tapi juga dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian. Sehingga konsolidasi ini dapat mempercepat pemerataan pembangunan, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar , tertinggal).
Ian mencermati Indosat Ooredoo dan Tri memiliki prestasi dalam hal penyediaan akses internet yang sangat baik dibandingkan dengan operator lain selain Telkomsel. Ada tiga pengukuran yaitu kecepatan download, kecepatan upload san tingat latensi. Capaian Indosat Ooredoo jika dirata-rata berada di posisi kedua setelah Telkomsel. Sementara capaian Tri bila dirata-rata berada di posisi ketiga.
“Dengan kekuatan konsolidasi ini diharapkan bisa mendekati Telkomsel,” kata Ian.
Kalaupun ada tantangan, sebenarnya karena coverage area Indosat Ooredoo dan Tri belum seluas dan semasif Telkomsel. Selama ini, baik Indosat Ooredoo maupun Tri umumnya baru memenuhi seputaran Indonesia bagian Barat dan sedikit Indonesia Tengah.
Salah satu bentuk konsolidasi terkait pembangunan jaringan 4G/LTE, menurut Ian adalah dengan melakukan relokasi BTS 4G/LTE. Namun tidak hanya sekadar memindahkan.
“Tetapi juga sambal mempelajari karakter di daerah yang akan diekspansi,” ujar Ian.
Mempelajari karakter yang dimaksud adalah agar skala ekonomi, bisnis dan penggunaannya benar-benar memberi manfaat. Konsolidasi dapat mendorong efisiensi dan efektifitas sumber daya yang dimilki keduanya sehingga mampu membangun dengan cakupan yang lebih luas.
“Salah satu prasyarat merger adalah harus bersedia melakukan ekspansi ke daerah lain. Pemerintah harus menagih secara rinci pelaksanaan perluasan layanan mereka. Karena lisensi penyelenggaraan telekomunikasi khususnya linsensi selular 4G/LTE adalah lisensi nasional, sehingga layaknya semua operator menyediakan jaringan di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Namun pemerintah juga harus menyiapkan ekosistem yang mendukung pemakaian jaringan 4G/LTE. Ekosistem yang dimaksud di antaranya ketersediaan pasokan bahan bakar atau listrik, pemberdayaan sektor bisnis masyarakat dan UMKM, pengoperasian logistik dan transportasi, dan berbagai hal lainnya. Bila ekosistemnya mendukung, Ian menjamin pemanfaatan 4G/LTE tak akan sia-sia.
Selain pemerataan jaringan 4G/LTE, tantangan bagi operator konsolidasi adalah merancang skema tarif baru yang tepat dan terjangkau guna memperoleh pelanggan yang setia. Service level aggrement (SLA) yang ditingkatkan termasuk pengembangan teknologi adalah bagian lain yang harus dijamin kepada pelanggan.
Konsolidasi ini harus benar-benar dijaga oleh pemerintah, jangan sampai ada yang dirugikan. Tarif baru seharusnya dapat terjangkau masyarakat tapi juga tidak merugikan operator. Sehingga asas utama telekomunikasi adalah memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dapat tercapai.
Hal-hal di atas adalah satu sisi di mana masyarakat memperoleh manfaat. Lantas, manfaat apa lagi dengan jaringan 4G/LTE yang merata?
Ian punya pengalaman memanfaatkan jaringan tersebut dan memberdayakan Internet of Things (IoT) untuk pengembangan budidaya rumput laut di Maluku. Utilisasi 4G/LTE dipakai sebagai jaringan yang mengirimkan data dengan kontrol penuh berupa informasi kadar oksigen, pola arus laut, dan data-data klimatologi dan biologi lain.
Hasilnya berupa solusi-solusi yang lebih tepat dan terukur untuk pembudidayaan, mulai dari penanaman dan pemanenan. “Produktivitasnya naik empat kali lipat dibandingkan yang tradisinonal,” kata Ian.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR