Penulis: Zakir Ahmed (Senior Vice President & GM - Asia Pacific & Japan, Kofax)
Banyak perusahaan di berbagai industri yang mulai menyadari “kemenangan besar” yang dapat mereka peroleh lewat transformasi digital, baik dalam waktu dekat maupun di masa depan, berkat manfaat yang diskalakan ke seluruh kegiatan operasional. Hal ini tidak mengherankan, mengingat automasi telah terbukti efektif bagi perusahaan untuk mengoptimalkan kegiatan inti maupun noninti, sekaligus meningkatkan produktivitas secara signifikan. Di Asia Tenggara, EY menemukan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya telah memulai berbagai aktivitas digital secara bersamaan di berbagai lini dan fungsi bisnis.
Negara-negara di Asia Tenggara memang memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan teknologi digital, seperti robotik canggih dan kecerdasan buatan, tapi mereka masih perlu menyeimbangkan antara peluang pasar dan kerentanan mereka terhadap gangguan. Misalnya, sekitar 50% waktu kerja di Malaysia dihabiskan untuk aktivitas yang sangat bisa diautomasi, seperti pemrosesan KPR, pekerjaan paralegal, pembukuan, dan pemrosesan transaksi back-office. Dengan diterapkannya automasi dan pengurangan sejumlah posisi sekalipun, penciptaan lapangan kerja baru masih dimungkinkan dan bahkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Di Indonesia, misalnya, jumlah lapangan pekerjaan baru dapat mencapai antara 4 juta sampai 23 juta pada tahun 2030.
Untuk memperoleh manfaat penuh dari automasi tenaga kerja, serta tugas dan aktivitas baru yang dibutuhkan oleh teknologi mutakhir, negara-negara di kawasan ini perlu bekerja sama untuk melatih ulang para pekerjanya. Di Singapura, misalnya, Paket Pendukung Automasi (Automation Support Package/ASP) diperpanjang sampai tahun 2021 agar lebih banyak perusahaan dapat menerapkan automasi dalam kegiatan operasionalnya. Sementara, Skills Framework menyediakan informasi spesifik bagi industri mengenai peran posisi pekerjaan beserta tuntutan posisi tersebut di masa depan untuk memfasilitasi pengembangan karier dan keterampilan. Alhasil para pekerja dapat diserap oleh posisi-posisi baru yang akan dibutuhkan itu.
Sama pentingnya, proses yang diautomasi harus dijalankan dengan tingkat konsistensi dan kecakapan yang memenuhi standar audit, operasional, dan layanan pelanggan. Oleh karenanya, perusahaan yang cerdas mulai fokus mengendalikan dan memastikan jalannya automasi, seperti halnya membangun dan menerapkan solusi automasi tersebut. Hasilnya, tata kelola identitas pada solusi automasi menjadi makin relevan, seiring mulai sadarnya perusahaan bahwa hak akses aplikasi bagi tenaga kerja digital harus dikelola dengan cara yang sama seperti sumber daya manusia.
Tata Kelola Identitas, Jembatan Skala dan Keamanan
Meskipun bukan konsep baru, tata kelola identitas menjadi makin relevan di era automasi proses robotik (robotic process automation/RPA) dan automasi cerdas. Penelitian menunjukkan bahwa investasi RPA mulai naik daun dengan banyaknya perusahaan yang mengindikasikan bahwa mereka akan meningkatkan investasi pada beberapa tahun mendatang. Gelombang penerapan RPA ini tak pelak akan menciptakan peluang besar penggunaan bot tanpa tata kelola identitas yang layak. Oleh karena itu, perusahaan perlu terus selangkah di depan dalam hal keamanan siber alias cyber security agar dapat mempertahankan standar tata kelola dan audit. Artinya, identitas digital harus diperlakukan serupa dengan identitas manusia sehingga data dan aplikasi yang dapat diakses oleh tenaga kerja digital menjadi jelas. Akses identitas digital juga harus diaudit secara berkala untuk dipastikan kelayakannya.
Tata kelola identitas yang dahulu hanya berfokus pada penyediaan, audit, dan pelaporan akses karyawan ke sistem dan aplikasi perusahaan, kini juga harus mencakup identitas untuk automasi yang dapat meniru pengguna manusia di desktop fisik maupun virtual ― melakukan tindakan yang biasanya dilakukan manusia. Tata kelola identitas untuk tenaga kerja digital membantu perusahaan untuk secara terpusat mengelola dan mengontrol penetapan hak akses ke sistem yang berinteraksi dengan automasi. Tata kelola identitas modern dapat dianggap sebagai jembatan penghubung antara skala dan keamanan. Memperlakukan identitas digital dengan cara yang sama seperti identitas manusia membantu perusahaan untuk memastikan terpenuhinya standar tata kelola dan audit. Namun, bentuk tata kelola modern ini melibatkan banyak pemangku kepentingan serta memerlukan sistem yang canggih untuk memantau akses berskala besar, khususnya ketika banyak kegiatan operasional telah diautomasi.
Perusahaan juga harus mengawasi hubungan antara karyawan dan tenaga kerja digital. Hal bersangkutan untuk memastikan bahwa kombinasi tenaga kerja digital yang dikelola oleh seorang karyawan tidak melemahkan kebijakan perusahaan dengan memberi karyawan tersebut terlalu banyak akses, terutama untuk proses-proses lebih panjang yang meliputi banyak fungsi bisnis. Solusi tata kelola identitas secara otomatis memberlakukan kebijakan ini di seluruh ekosistem identitas manusia dan digital perusahaan. Platform tata kelola identitas generasi baru kini mencakup tenaga kerja digital yang mendukung pelaksanaan proses; sesuatu yang amat penting bagi perusahaan yang mulai mengelola semua pengguna. Identitas dapat dikelola dan diberlakukan secara terpusat sesuai kebijakannya selama siklus hidup tenaga kerja digital.
Idealnya, sejak awal perusahaan perlu mempertimbangkan tata kelola identitas pada tiap upaya transformasi digital yang ― seiring meluasnya jejak automasi perusahaan ― menjadi makin penting. Langkah awal yang mutlak dalam perencanaan adalah mengembangkan proses tata kelola untuk automasi, sehingga kebijakan dapat diberlakukan di lingkungan yang jumlah tenaga kerja manusia dan digitalnya makin bertambah.
KOMENTAR