Potensi ekonomi digital Indonesia sangat cerah di masa depan. Bahkan, Nilai ekonomi digital Indonesia yang dihitung dari total volume barang dagangan kotor (gross domestic value/ GMV) diperkirakan mencapai US$70 miliar atau sekitar Rp994 triliun tahun ini.
Pencapaian itu ditaksir melonjak dua kali lipat menjadi USD146 miliar pada 2025. Proyeksi itu berdasarkan Laporan "Roaring 20s: The SEA Digital Decade" yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company tahun ini.
Laporan itu menyoroti perekonomian enam negara di Asia Tenggara yakni Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina. Penyusunan laporan menggunakan data dari Google Trends, insight dari Temasek, dan analisis dari Bain & Company, selain informasi dari kalangan industri dan wawancara dengan para ahli.
Hasilnya, semua sektor ekonomi digital Indonesia mengalami pertumbuhan kuat, dengan sektor e-commerce yang melesat 52 persen (yoy) masih menjadi pendorong utama.
Adapun GMV e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh dari US$35 miliar pada 2020 menjadi US$53 miliar pada 2021, dan pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) diproyeksikan naik 18 persen menjadi US$104 miliar hingga tahun 2025.
"Penambahan 21 juta konsumen digital baru sejak awal pandemi juga mendorong pertumbuhan yang lebih besar di sektor e-commerce, dengan 72 persen di antaranya berasal dari wilayah non-kota besar besar," kata Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf dalam keterangan resmi.
Randy mengungkapkan volume penelusuran di Google untuk pertanyaan seputar pedagang naik 18 kali lipat sejak 2017, tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara. Tak ayal, e-commerce merupakan segmen ekonomi digital Indonesia yang terbesar dan tumbuh paling cepat.
Jika dirinci sektor transportasi dan makanan tumbuh 36 persen (yoy) dari GMV sebesar US$5,1 miliar pada 2020 menjadi $6,9 miliar pada 2021, dan diperkirakan mencapai US$16,8 miliar hingga 2025, dengan CAGR 25 persen.
Berikutnya sektor media online tumbuh 48 persen YoY dari US$4,3 miliar menjadi US$6,4 miliar selama periode yang sama, dan diperkirakan tumbuh menjadi US$$15,8 miliar hingga 2025 dengan CAGR 26 persen.
"Pada 2021, 55 persen pengguna baru layanan transportasi online di Asia Tenggara memakai layanan ini setidaknya seminggu sekali dibanding 38 persen pelanggan lama," tambah Randy.
Di Indonesia, meski sektor perjalanan online cukup lambat untuk pulih, sektor ini mencatatkan pertumbuhan 29% persen selama 2020, dari GMV sebesar US$2,6 miliar menjadi US$$3,4 miliar pada 2021. Sektor ini diperkirakan pulih dalam jangka menengah hingga panjang, dan diprediksi tumbuh mencapai $9,7 miliar dengan CAGR 30 persen hingga tahun 2025.
Selain memberikan pandangan 10 tahun ke depan hingga 2030 untuk pertama kalinya, laporan ini juga menyoroti bahwa kawasan ini sedang bergerak menjadi perekonomian digital senilai US$1 triliun (dalam GMV), yang dipimpin oleh sektor e-commerce dan toserba online. Pada 2030, Indonesia diperkirakan tumbuh lima kali lipat menjadi ekonomi digital senilai US$330 miliar.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR