GapMaps hari ini di jakarta menyampaikan bahwa dirinya saat ini di Indonesia berfokus pada sektor ritel dan makanan cepat saji. Wabah COVID-19 di tanah air diklaim GapMaps telah mengubah kondisi pasar. GapMaps menyebutkan sektor retail terdampak oleh wabah COVID-19. Namun, sektor tersebut telah beradaptasi dengan pola permintaan baru dari pelanggan dan membangun saluran baru dalam melakukan pemasaran. Begitu pula halnya dengan makanan cepat saji; makanan cepat saji dan saluran pengirimannya mengalami pertumbuhan yang kuat.
Oleh karena itu, kebutuhan akan data dan wawasan yang memungkinkan para merek untuk melakukan perencanaan yang lebih baik dan menangkap potensi pasar di Indonesia yang berkembang tersebut pun muncul. GapMaps mengeklaim mampu memberikan data dan wawasan yang dimaksud.
GapMaps sendiri mendefinisikan dirinya sebagai perusahaan spesialis peranti lunak pemetaan berbasis cloud dari Australia yang membantu berbagai organisasi dengan penyediaan strategi jaringan dan perencanaan informasi lokasi. GapMaps telah memperluas pasarnya ke Indonesia dan secara keseluruhan sudah menjangkau 21 negara di dunia. Memperluas kehadirannya ke berbagai negara merupakan strategi GapMaps untuk terus bertumbuh dua digit persen. Fokus pada sektor ritel dan makanan cepat saji diyakini GapMaps bisa mendorong pertumbuhannya di Indonesia.
“Sejak 2018, kami telah menambahkan lima pasar baru setiap tahun dan memperoleh pertumbuhan pendapatan dua digit dari tahun ke tahun (year-on-year),” ujar Anthony Villanti (Managing Director dan Founder GapMaps). “Pertumbuhan tersebut kami alami berkat kemudahan penggunaan dan kecanggihan software pemetaan kami, yang menggunakan data demografi, pemerintah, dan industri termutakhir untuk membantu klien memilih toko fisik yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka. Saat ini, terdapat sekitar 500 brand yang menggunakan GapMaps dalam sektor-sektor yang membutuhkan lokasi fisik, seperti pusat kebugaran, stasiun pengisian bahan bakar, toko bahan makanan, restoran cepat saji, pusat perbelanjaan, dan toko serba ada,” jelasnya lagi.
GapMaps menambahkan; berdasarkan pengamatannya; ketika Indonesia mengurangi pembatasan COVID-19 secara bertahap, terdapat peningkatan aktivitas pejalan kaki di pusat keramaian, perbelanjaan, dan kawasan ritel lainnya. Data dan wawasan mengenai perubahan itu diyakini GapMaps bisa membantu pengelolaan toko fisik secara lebih efektif pada masa pemulihan akibat wabah COVID-10. Data dan wawasan bersangkutan bisa pula untuk merencanakan standar yang akan digunakan pada era new normal.
“Terdapat variabilitas yang menarik dalam proses pemulihan COVID-19,” sebut Tim Shaw (Director Market Planning GapMaps). “Kami mengira akan terdapat variabilitas antar negara yang disebabkan oleh perbedaan pembatasan lockdown dan saat pembatasan tersebut dilonggarkan atau dihapus. Alih-alih, kami melihat variasi signifikan dalam kecepatan pemulihan - antara pusat perbelanjaan baik besar, kecil, maupun kawasan pusat; ada sebuah inkonsistensi di pusat-pusat kota besar bila dibandingkan dengan pusat-pusat perkotaan dan area yang lebih kecil," tambahnya.
GapMaps pun menegaskan bahwa akses ke data demografis di beberapa pasar merupakan tantangan tersendiri bagi banyak bisnis. Pasalnya, data demografis yang dimaksud bergantung pada data sensus berusia lebih dari satu dekade. Data tersebut juga sering kali bersifat terlalu luas dan kurang sesuai untuk analisis area tangkapan lokal dalam mendukung keputusan terkait lokasi.
“Dengan GapMaps, kami dapat menganalisis perbedaan data demografis, industri, dan pemerintah lokal untuk menghasilkan wawasan terperinci, sering kali meneliti hingga petak sebesar 100 - 250 meter untuk menentukan area tangkapan toko yang optimal,” pungkas Tim Shaw.
KOMENTAR