Dalam dua tahun terakhir, sebanyak 57 persen pelaku UKM di bidang pendidikan mengalami kesulitan pendanaan untuk modal dan operasional, menurut riset Pintek.
Riset ini juga mengungkap, sebanyak 69 persen UKM harus merogoh kocek pribadi untuk mendanai operasional perusahaan. Riset ini digelar di bulan Juli 2021 dengan 80 pelaku UKM pendidikan sebagai responden.
Padahal di sisi lain, program digitalisasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menghadirkan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) telah membantu pertumbuhan bisnis pelaku usaha/UKM pada sektor pendidikan di Indonesia. Menurut rilis Pintek, tren peningkatan ini hal terlihat antara lain pada tingginya jumlah penyedia kebutuhan pendidikan yang bergabung dengan SIPLah Telkom (https://SIPLahtelkom.com/), salah satu e-commerce SIPLah resmi, yang dioperasikan oleh PT Telkom.
Menurut Dwi Meidianty, selaku tim bisnis SIPLah Telkom, SIPLah Telkom sejak awal dihadirkan dengan tujuan mempermudah akses para pelaku usaha/UKM pendidikan di Indonesia, khususnya pada bidang pengadaan barang dan jasa sekolah.
"Kami telah melihat adanya peningkatan tren secara positif dengan terus meningkatnya transaksi yang terjadi dan jumlah penyedia kebutuhan pendidikan yang bergabung didalamnya. Hingga saat ini, ada sekitar lebih dari 20,000 penyedia kebutuhan pendidikan dengan jutaan produk yang dijual secara variatif, sudah bergabung bersama kami. Hal ini menunjukkan bahwa ada keuntungan potensial yang dapat dicapai ketika para pelaku usaha/UKM pendidikan mau beralih dari cara konvensional dan bergabung dengan mitra SIPLah. Jika ada kendala atau pertanyaan lebih lanjut bagaimana cara mendaftar sebagai penjual di SIPLah Telkom atau cara bertransaksi, silakan hubungi CS kami di support@siplahtelkom.com," jelasnya.
Menurut Tommy Yuwono, Co-Founder dan Direktur Utama, pihaknya melihat akses permodalan menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha/UKM pendidikan di Indonesia, adanya kekurangan informasi menjadi hambatan karena UKM biasanya tidak masuk audit lembaga keuangan konvensional.
"Terlebih lagi, sekolah melakukan pesanan barang harus menyediakan di awal dan baru sekolah membayar sehingga memang membutuhkan modal yang besar. Oleh karena itu sejak awal tahun 2021, kami memfokuskan strategi bisnis untuk pendanaan bagi pelaku usaha/UKM Pendidikan," jelas Tommy.
Sejalan dengan survei yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan permodalan di saat pandemi COVID-19. Data tersebut menunjukkan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting.
Sementara hasil laporan “Roaring 20s: The SEA Digital Decade” yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, 59 persen pedagang digital di Indonesia sekarang mengadopsi solusi pinjaman digital.
Perusahaan financial technology peer-to-peer lending untuk pendidikan, Pintek telah berkolaborasi dengan SIPLah Telkom pada bulan Oktober lalu. Hal ini menjadi salah satu langkah Pintek dalam mendukung perkembangan pelaku usaha/UKM pendidikan khususnya yang memiliki bisnis pada pengadaan kebutuhan pendidikan di Indonesia.
Menurut Pintek, melalui program SIPLah, Pintek terus berkomitmen untuk menjadi salah satu roda penggerak pendidikan di Indonesia dengan mengajak para pelaku usaha/UKM pendidikan mengembangkan potensi bisnis yang lebih optimal melalui proses digitalisasi.
“Kami ingin memaksimalkan dukungan kami kepada seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia termasuk membantu pelaku usaha/UKM pendidikan. Dengan inovasi pembiayaan yang kami miliki, kami berharap dapat mendorong semangat pelaku usaha/UKM pendidikan untuk dapat mengembangkan bisnisnya, secara khusus di masa pandemi ini, dimana sebagian pelaku usaha/UKM pendidikan yang menghadapi kesulitan dapat memperoleh alternatif solusi keuangan. Kami percaya bahwa pada tahun 2022, sektor pelaku usaha/UKM pendidikan akan semakin berkembang dengan terus meningkatnya literasi keuangan dan pemanfaatan teknologi. ” tambah Tommy.
“Di tengah pandemi COVID-19, akses pendanaan untuk pelaku usaha/UKM pendidikan menjadi lebih krusial lagi untuk memastikan mereka dapat tetap bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Kami berharap di tahun depan, pelaku usaha/UKM yang mengalami hambatan dalam mengembangkan bisnisnya karena permasalahan modal dapat lebih memanfaatkan layanan pinjaman P2P, tentunya harus resmi terdaftar dan diawasi OJK sebagai solusi mengisi celah pembiayaan yang tidak dapat disediakan oleh layanan perbankan, sehingga dapat memaksimalkan potensi bisnis yang ada pada sektor UKM pendidikan,” Dwi Meidianty menambahkan
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR