Kasus kejahatan siber terus meningkat setiap tahunnya, menyusul banyak pengguna yang mulai menggunakan perangkat teknologi seperti laptop, komputer dan HP untuk bekerja.
Di dunia maya banyak sekali serangan siber mulai dari serangan malware, ransomware hingga scammer. Federal Trade Comission (FTC) melaporkan kejahatan para scammer atau penipu di Internet sangat merajalela tahun lalu.
"Para scammer sudah memakan korban lebih dari 95 ribu orang di media sosial saja. Total kerugiannya diduga lebih dari USD770 juta atau sekitar Rp11,02 triliun," tulis laporan FTC seperti dikutip Engadget.
Jika dibandingkan dengan 2020, jumlah kerugian akibat penipuan scammer itu melonjak lebih dari dua kali lipat. Sebagai perbandingan, kerugian akibat ulah para scammer mencapai USD258 juga atau sekitar Rp3,69 triliun pada 2020.
Rata-rata para korban diiming-imingi keuntungan melalui cryptocurrency. Dan hanya dari satu tipe scam tersebut, menyumbang sekitar USD285 juta alias Rp4,079 triliun, dimana sepertiga dari total kerugian sepanjang 2021.
Tak hanya itu, penipuan berkedok jalinan asmara juga mencapai rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
"Penipuan ini sering dimulai dengan permintaan pertemanan yang tampaknya tidak mencurigakan dari orang asing, diikuti dengan obrolan manis, dan kemudian berakhir dengan permintaan uang," ungkap peneliti FTC.
Facebook dan Instagram menjadi tempat para scammer itu berkumpul dan memperdaya korbannya. FTC juga mengatakan bahwa Facebook dan Instagram adalah platform yang paling sering dikutip untuk laporan barang yang tidak terkirim, dengan dua aplikasi dikutip dalam 9 dari 10 laporan di mana sebuah layanan diidentifikasi.
"Lebih dari sepertiga orang yang mengatakan mereka kehilangan uang karena penipuan asmara online pada tahun 2021 mengatakan itu dimulai di Facebook atau Instagram," ungkap FTC.
KOMENTAR