Saat teknologi informasi (TI) menjadi inti dalam transformasi digital, mengelola TI untuk berbagai jenis bisnis yang berbeda dapat menjadi tantangan tersendiri.
Tantangan inilah yang dihadapi Cornelius Budianto, IT & IS Director, Kompas Gramedia (KG). Korporasi yang didirikan oleh PK Ojong dan Jakob Oetama pada tahun 1963 ini memang kini tidak hanya berkutat di bisnis media. Kompas Gramedia saat ini memiliki sejumlah unit bisnis dengan aktivitas bisnis yang berbeda, mulai dari media, retail & publishing, hotel, pendidikan, sampai bisnis properti.
Beruntung, Cornelius Budianto pernah mengenyam pengalaman di sektor industri yang berbeda sebelum ia bergabung di Kompas Gramedia pada 2020 lalu. “Kebetulan background saya tidak pernah sama, tidak pernah berada dalam satu industri yang sama. Jadi, selalu berbeda,” ujar pria yang akrab disapa Cornel ini.
Memahami Tantangan Terkini
Memahami tantangan di setiap unit bisnis tentu menjadi hal penting bagi pria yang membawahi Functional Unit Corporate Information Technology and Information Systems (CITIS) di Kompas Gramedia. Misalnya di unit bisnis hotel, Cornel melihat work from anywhere, termasuk work from hotel, masih akan jadi tren usai pandemi ini. “Jadi kebutuhan akan internet berkecepatan tinggi dan stabil di hotel jadi yang utama,” ujarnya.
Di unit retail, meski belanja online kian moncer, Cornel melihat toko fisik akan tetap dibutuhkan saat pandemi mulai reda. “Menurut saya, tetap dibutuhkan karena orang sudah jenuh dan butuh keluar untuk menyegarkan diri, jadi kebutuhan terhadap toko fisik akan tetap ada meski persentasenya semakin mengecil” jelas Cornel.
Sementara di bisnis logistik, pengiriman yang berbiaya rendah tapi andal akan menjadi penting karena perusahaan logistik, seperti KGX, harus mendukung aktivitas penjualan toko online.
Di unit media, kompetisi di sisi konten akan menjadi tantangan. “Bagaimana cara menyajikan informasi yang relevan, maka dari itu dibutuhkan data analytics dan sebagainya sehingga kita bisa personalisasi. Jadi kalau dari sisi penjualan ada cross selling, di sisi content pun demikian,” ujar Cornel.
Tiga Fokus Strategis
Berkat pengalamannya selama hampir dua dekade di bidang TI pada berbagai sektor industri, Cornel mampu menarik satu benang merah terkait kebutuhan teknologi di berbagai bisnis. “Setiap bisnis pasti punya tantangan masing-masing, tapi kalau kita bicara tentang IT strategic focus, sebenarnya hampir setiap bisnis mempunyai kesamaan,” ucap Cornelis Budianto.
Kemudian pemegang gelar Master of Information Management & Systems, Business Intelligence dari Monash University ini menjabarkan fokus strategis TI Kompas Gramedia ke dalam satu bagan berbentuk piramida.
Di satu sisi bawah piramida ada “Efficient & Reliable IT Infrastructure” yang menggambarkan kebutuhan fondasi berupa infrastruktur yang tidak hanya kokoh tapi juga bisa berjalan secara efisien dan andal.
Kemudian di sisi lain dari alas piramida, Cornel menempatkan “Integrated & Innovative IT Platform”. “Artinya, solusi apapun yang kami berikan kepada business user harus berinterkoneksi satu sama lain, tidak berdiri sendiri-sendiri, tidak silo,” jelasnya.
Di puncak piramida, ada “Collaboration” yang juga dibahasakan Cornel sebagai “sinergi”. Hal ini merepresentasikan Divisi TI yang tidak bisa bekerja sendirian. “Harus selalu bekerja sama dengan user, karena bagaimana pun yang tahu (proses) bisnis, pastinya business user itu sendiri,” ia mengingatkan.
Fokus strategis TI Kompas Gramedia juga mensyaratkan tiga mindset atau pola pikir yang harus diterapkan para staf TI saat memberikan layanan dan solusi. “Pertama, kami harus hilangkan duplikasi dan kompleksitas, kalau bisa berikan solusi sesimpel mungkin. Kedua, layanan dan solusi yang diberikan haruslah value for the money, dan yang terakhir, solusi yang diberikan selalu memberikan nilai tambah bagi bisnis,” papar Cornel.
Pengembangan In-House
Profesional TI yang mengawali kariernya di sektor perbankan ini mencontohkan beberapa teknologi yang secara standar disediakan untuk semua unit bisnis, misalnya cloud platform dan tool kolaborasi, seperti Office 365.
Untuk menunjang operational, CITIS menyediakan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) yang kemudian flow-nya akan disesuaikan dengan kebutuhan tiap unit bisnis. Yang menarik, KG mengembangkan sendiri sistem ERP ini memanfaatkan platform Odoo berbasis cloud.
Sementara di sisi platform customer facing, CITIS menyediakan MyValue, sistem informasi untuk program loyalitas pelanggan. Awalnya MyValue dikembangkan untuk loyalty program Gramedia dan Santika dengan menggunakan kartu fisik KG Value Card yang jumlah anggotanya sempat tembus angka satu juta di tahun 2017.
Saat ini, Cornel menjelaskan bahwa timnya sedang melakukan perombakan terhadap MyValue agar bisa dimanfaatkan secara optimal oleh semua unit bisnis di KG untuk meningkatkan experience level dari pelanggan KG secara keseluruhan.
“Kami sedang lakukan revamp karena saat ini MyValue ini memiliki sistem tier sendiri-sendiri untuk Gramedia dan Santika. Kami akan combine jadi satu jenis tier agar semua unit bisnis bisa memanfaatkanya. Point yang dimiliki pelanggan akan bisa saling cross sehingga point-point ini dapat digunakan pelanggan di hotel, media, dan lain-lain,” jelasnya.
Untuk kebutuhan yang lebih spesifik, misalnya, Cornel dan timnya mengembangkan sendiri hotel management system, dan juga aplikasi khusus misalnya untuk mendukung program online travel fair di unit bisnis hotel. Ia menjelaskan, untuk kebutuhan yang spesifik ini, timnya dan user akan terlebih dulu melakukan assessment terhadap kebutuhan itu.
Pehobi memanah dan menembak ini memilih untuk melakukan pengembangan in-house terhadap sejumlah kebutuhan sistem KG karena dapat dikembangkan sesuai jenis unit bisnis KG yang beraneka ragam, secara efisien dan efektif.
Pengalamannya berkutat di berbagai industri juga mengajarkan satu tantangan yang sama, yaitu orang atau people. “Entah bagaimana, saya selalu beranggapan bahwa the most problem is the people, not the technology. Tantangan terbesar bagi TI adalah people. ‘Getting the right person for the right position’ di IT itu utama,” tegasnya.
Apa persoalannya? Menurutnya, Indonesia memiliki talenta yang bagus di bidang TI tapi sayangnya terbatas. “Dan menjadi semakin challenging ketika semakin banyak startup teknologi di Indonesia yang hunting semua talenta terbaik ini. Ya kita berkompetisi lah,” ujar Cornel seraya tersenyum.
Mengatasi hal ini, CITIS menerapkan dua strategi. “Pertama kita harus retain talent yang ada. Bagi saya lebih baik kalau kita jaga yang sudah ada,” jelasnya. Kedua, selalu berusaha memberikan challenge bagi team CITIS agar mereka selalu terpacu.
Mimpi Jadi Organisasi Kelas Dunia
Walaupun mungkin akan terkendala keterbatasan talenta, di posisinya saat ini, Cornelius Budianto memiliki mimpi besar menjadikan CITIS sebagai organisasi TI berkelas dunia (world-class IT organization) yang akan menjadi tempat bagi SDM dan teknologi terbaik.
“Dengan ini kami juga berharap bisa mengubah paradigma TI (di KG) dari organisasi TI sebagai cost center menjadi profit center, atau berkontribusi secara bisnis kepada perusahaan,” tutur Cornel.
Menurutnya jalan itu sudah mulai diretas melalui produk-produk in-house yang sudah digunakan di lingkungan KG. Salah satunya adalah Hotel Management System yang digunakan oleh unit bisnis hotel. “Produknya bagus dan sudah terbukti di Santika dan Amaris. Kita akan coba tawarkan ke perusahaan-perusahaan lain kalau ada kebutuhan,” ungkapnya.
Kalaupun belum berhasil saat ini, setidaknya proses pengembangan dan implementasi produk-produk in-house CITIS di lingkungan KG sudah menjadi sudah satu learning curve bagi tim TI. “Kami mencoba untuk tidak hanya jago kandang, tapi juga di luar,” pungkas Cornelius Budianto.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR