Sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkomsel memiliki data yang sangat besar. Secara variasi data, jumlahnya memang kalah dibanding Direktorat Jendral Pajak. Namun secara kuantitas, jumlahnya sangat besar. “Secara volume, jumlahnya mencapai 2,1 petabyte per hari” ungkap Metra C. Utama (VP IT Digital Enablement Telkomsel). Porsi penggunaan terbesar terjadi di komunikasi data, disusul dengan SMS serta voice.
Akan tetapi, jumlah data tersebut ternyata melahirkan peluang bisnis baru. Di bawah bendera MSight, Telkomsel kini memiliki data yang bisa dimanfaatkan perusahaan lain.
Tiga Tahapan
Ketika mengawali inisiatif big data di tahun 2009, Telkomsel sebenarnya lebih mengarah pada business monitoring. Termasuk di dalamnya adalah pembenahan untuk meningkatkan kualitas data. “Untuk membuat reporting, kala itu kami belum memiliki single version of truth. Tiap departemen memiliki angka berbeda untuk sebuah obyek yang sama” cerita Metra. Belum lagi dengan masalah kualitas data yang hilang atau tidak konsisten.
Setelah melakukan pembenahan selama lima tahun, di tahun 2014 Telkomsel melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu business optimization. Pada tahapan ini, tujuan besar yang ingin dicapai adalah menerapkan konsep analitik untuk meningkatkan layanan. Contohnya adalah melihat performa jaringan saat pengguna mengakses aplikasi tertentu, atau merencanakan pembangunan BTS berdasarkan kepadatan pengguna di sebuah area.
Pada tahap berikutnya, Telkomsel mulai memanfaatkan data yang mereka miliki untuk meningkatkan pendapatan. Mereka melakukan pemetaan demografi terhadap pelanggan, seperti jenis kelamin, umur, hobi, sampai penghasilan. Telkomsel pun memiliki data situs atau layanan yang digunakan pengguna, mulai dari video terpopuler, situs belanja terpopuler, dan lain sebagainya. Dengan data yang komprehensif tersebut, Telkomsel pun bisa melakukan program pemasaran yang lebih fokus (targeted campaign).
Berbagai Tantangan
Jalan menuju pemanfaatan data ini memang tidak mudah. Jika menengok perjalanan panjang Telkomsel, Metra melihat tiap tahapan memiliki tantangan yang berbeda. Pada tahap business monitoring, tantangan lebih kepada meningkatkan kualitas data, seperti membuat single version of truth dan meminimalisir data latency.
Sedangkan di level business optimization, kala itu Telkomsel harus berhadapan dengan ledakan data yang berlipat ganda tiap tahunnya. Jika dikelola dengan cara yang sama, perhitungan cost benefit analysis-nya sudah tidak sesuai lagi. “Karena itu kami mulai offload data dari EDW (Enterprise Data Warehouse, Red.) ke Hadoop” ungkap Metra. EDW dikhususkan mengolah data penting seperti business reporting, sementara Hadoop ditujukan untuk mengolah data berukuran besar lainnya.
Contoh Pemanfaatan
Namun ketika data sudah rapi, Telkomsel pun memiliki peluang bisnis baru: menjalin kolaborasi dengan pihak ketiga untuk memanfaatkan data tersebut. Yang disajikan tentu saja bukan data per pelanggan, melainkan rangkuman data yang bisa menggambarkan pola. “Bisa untuk pemerintah, industri perbankan, e-commerce, dan industri lainnya” ungkap Metra.
Salah satu contohnya adalah kerjasama dengan Departemen Perhubungan. Telkomsel memberikan Origin Destination Matrix yang diolah dari data pergerakan 14 juta pengguna Telkomsel yang bermukim di kawasan Jabodetabek. Dengan data ini, Dephub mendapat data penting dalam memahami rute pergerakan penduduk.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR