Di tengah pertumbuhan pesat sektor financial technology (fintech), perempuan ternyata belum sepenuhnya mendapatkan peluang kesetaraan karier di sektor ini.
IMF mencatat bahwa di tahun 2022, hanya sepuluh persen perempuan yang bisa berada di puncak kepemimpinan perusahaan fintech.
Sementara itu, berbagai studi di Asia Tenggara menunjukan fakta bahwa representasi perempuan semakin menurun di jenjang karir senior. Dari 32% tenaga kerja perempuan di sektor teknologi, hanya 15% yang menempati puncak kepemimpinan.
Namun bertolak belakang dengan kondisi keterwakilan perempuan di sektor teknologi, studi justru menunjukkan bahwa peran perempuan dapat berkontribusi pada performa bisnis yang lebih baik. Kajian dari McKinsey tahun 2018 menunjukkan bahwa perusahaan dengan komposisi gender yang lebih seimbang memiliki kemungkinan 21 persen lebih besar untuk mencapai pemasukan lebih banyak.
Temuan-temuan ini setidaknya menggambarkan peran penting perempuan di industri, termasuk fintech, namun masih terabaikan.
“Pesatnya pertumbuhan Pluang menjadi platform investasi multi-aset tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kepercayaan terhadap saya sebagai seorang perempuan pendiri startup. Sayangnya, banyak talenta perempuan di sektor fintech yang merasa belum mendapat dukungan ataupun kesetaraan untuk berkarya di bidang ini," ungkap Claudia Kolonas, Co-Founder startup investasi multi-aset Pluang, pada sambutan penutup acara “Women in Fintech: Empowering the Next Generation Forum” di Mandarin Oriental Jakarta.
Claudia berharap ekosistem fintech akan lebih mengakomodasi kiprah dan keterlibatan perempuan, khususnya untuk mendorong inovasi dalam era ekonomi digital yang dihadirkan pemimpin perempuan di sektor fintech.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyinggung tentang pandangan Kerjasama Global untuk Inklusi Keuangan (GPFI) G20 terhadap fintech sebagai bentuk digitalisasi yang mampu meningkatkan produktivitas dan inklusi keuangan, terutama untuk perempuan.
“Ketika pandemi Covid-19 melumpuhkan aktivitas ekonomi masyarakat, teknologi digital tetap memungkinkan masyarakat untuk produktif bekerja. Inovasi ini membantu perempuan, yang selama ini memiliki banyak tanggung jawab di rumah, untuk ikut berpartisipasi dalam roda ekonomi dan memperluas jangkauan hasil karya mereka lewat platform digital," jelas Sri Mulyani.
Senada dengan Sri Mulyani, Friderica Widyasari Dewi dari Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menyatakan pentingnya fintech untuk menjembatani perbedaan tingkat literasi dan inklusi keuangan antara laki-laki dan perempuan.
“Perempuan berperan penting sebagai aktor yang menggerakan ekonomi di Indonesia dan OJK memprioritaskan perluasan akses edukasi finansial terhadap perempuan. Sayangnya baru sebanyak sepertiga populasi perempuan Indonesia yang bekerja di sektor formal dan memiliki pemasukan yang lebih kecil sebesar 25% dibanding laki-laki. Disparitas gender ini dapat diperkecil dengan adanya akses ke layanan fintech yang fleksibel dan terjangkau. Dengan edukasi finansial yang mumpuni dan mudah diakses, akan semakin banyak perempuan yang lebih melek finansial dan terhindar dari skema-skema kredit yang merugikan,” jelasnya.
Claudia Kolonas menyarankan tiga hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan di sektor fintech.
Pertama, meningkatkan visibilitas pemimpin perempuan di industri fintech melalui partisipasi dalam acara-acara publik, maupun program pelatihan untuk pengusaha perempuan.
Kedua, memperkuat startup yang dirintis oleh perempuan. “Investor perlu peka terhadap gender bias yang dapat mempengaruhi penilaian mereka terhadap ide bisnis dari founder perempuan, terutama di sektor yang didominasi laki-laki seperti fintech,” kata Claudia, yang juga memiliki pengalaman di perusahaan venture capital.
Ketiga, keterwakilan para pemimpin perempuan perlu menjadi budaya profesional baru yang sangat mungkin dicapai dan bermanfaat bagi pertumbuhan sektor fintech. “Apabila para pemimpin industri fintech mampu berkomitmen dalam menciptakan lingkungan profesional yang lebih setara dan kondusif bagi perkembangan karir perempuan, budaya ini sangat mungkin menjadi standar baru di sektor ini,” jelas Claudia.
Studi menunjukkan bahwa meningkatkan keterlibatan perempuan dapat membawa lebihb anyak perspektif untuk mengidentifikasi peluang bisnis maupun mengembangkan produk.
Menurut data Harvard Business Review 2021, keberadaan perempuan di puncak kepemimpinan membuat perusahaan lebih terbuka pada perubahan sekaligus cenderung memitigasi risiko, serta fokus pada research & development.
Pluang sendiri memiliki dua C-Level perempuan. Dan hal ini, menurut Claudia, membawa kebaruan perspektif dalam memandang kebutuhan finansial masyarakat.
“Hampir 30% proporsi karyawan di Pluang telah ditempati oleh perempuan. Kami sangat bangga bisa terus menjunjung lingkungan profesional yang inklusif. Keterwakilan perempuan di posisi-posisi strategis juga terus kami dorong, dengan hampir seperlima posisi mid-senior management yang diampu oleh perempuan. Pluang ingin standar inklusivitas bagi perempuan di lingkungan kerja ini bisa dicontoh oleh perusahaan-perusahaan lain di industri teknologi.” jelas Claudia.
Acara “Women in Fintech: Empowering the Next Generation Forum” diadakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat sebagai bagian dari program Providing Opportunities for Women’s Economic Rise (POWER) dari pemerintah Amerika Serikat.
Acara ini ditujukan sebagai wadah untuk mendiskusikan tantangan yang dihadapi perempuan di sektor fintech dan mendorong koneksi dan kerja sama untuk meningkatkan iklim regulasi dan bisnis untuk perempuan, guna mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan, perkembangan sektor fintech di Indonesia, dan inklusi keuangan.
Women in Fintech Forum juga turut dihadiri oleh Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, serta perwakilan dari perusahaan multinasional dan startup fintech ternama seperti Visa, Mastercard, Xendit, Meta, Investree, dan Amartha
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR