Contoh-contoh penerapan artificial intelligence (AI) yang menarik dan mencoba menjawab masalah di dunia nyata diperlihatkan oleh para peserta program AI for Youth, sebuah program kolaborasi antara Intel dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Berangkat dari kepeduliannya terhadap pelestarian warisan budaya batik, dua siswa asal Yogyakarta menampilkan contoh artificial intelligence untuk kebutuhan mengidentifikasi batik dan warisan budaya lainnya. Hot Rifaldo Malau dan Andhika Rahmanu mengaku prihatin karena semakin banyak budaya Indonesia yang tidak saja terkikis, tapi bahkan diklaim oleh negara-negara lain.
Contoh artificial intelligence yang mereka gunakan adalah computer vision dan natural language processing yang akan memungkinkan pengguna mengambil gambar warisan budaya batik atau lainnya, seperti makanan dan tarian tradisional Indonesia. Sistem ini kemudian akan mengenali ciri-ciri dan asal warisan budaya tersebut.
Siswa lainnya yang berasal dari Surabaya mengembangkan sistem eye strain monitor berbasis artificial intelligence. Memanfaatkan computer vision, sistem ini mampu mendeteksi dan memberi peringatan kepada pengguna saat mata mereka mengalami kelelahan dan harus berkedip.
Contoh penerapan artificial intelligence yang dikembangkan oleh Steven Christina dan Kenneth Tanudjaja ini diharapkan dapat membantu pengguna untuk memiliki kebiasaan berkedip secara teratur sehingga ketegangan pada mata dapat dikurangi.
Contoh-contoh pemanfaatan artificial intelligence lainnya yang dibuat oleh para siswa ini adalah sistem untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas, mendeteksi hoaks, memberikan peringatan dini tentang performa siswa, dan menilai dan memberikan konsultasi keuangan bagi perusahaan.
Demokratisasi Teknologi
Berbagai contoh itui merupakan proyek-proyek yang dibuat oleh siswa peserta program AI for Youth. Program yang bertujuan mendemokratisasi teknologi bagi setiap orang ini diadakan oleh Intel. Penyelenggaraan program ini di Indonesia dilakukan Intel bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Yang menarik adalah para siswa ini, dari yang tidak tahu sama sekali apa itu artificial intelligence, mampu mengembangkan sistem berbasis kecerdasan buatan setelah rata-rata 8-12 minggu mengikuti.
Hal ini disampaikan oleh Shweta Khurana, Senior Director, Government Partnerships & Initiatives Group, Asia Pacific & Japan, Intel Corporation, dalam sebuah wawancara khusus dengan InfoKomputer.
Hingga saat ini, program yang bertujuan mendemokratisasi teknologi-teknologi terkini tersebut berhasil menjangkau enam ribu peserta dari seluruh Indonesia. “Bahkan termasuk siswa-siswa yang berasal dari pulau-pulau terpencil di Indonesia,” imbuh Shweta. Hal ini dimungkinkan karena AI for Youth digelar secara virtual. Namun, ia menekankan bahwa program ini bukan sekadar “belajar secara online.”
Menurut Shweta Khurana, selain memastikan para peserta dapat mengakses tool teknologi yang dibutuhkan, Intel juga memastikan hadirnya ekosistem yang mendukung proses belajar. Oleh karena itu, seperti di lingkungan sekolah, para peserta selalu dibimbing oleh para mentor melalui virtual meeting.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR