Kelangkaan talenta digital di tengah masifnya digitalisasi di Indonesia tentu menjadi sebuah tantangan besar. Dibutuhkan sinergi berbagai pihak untuk mencetak talenta digital berkecakapan mumpuni, bahkan dapat berkiprah di kancah global.
Meski pernah berkarier di luar negeri, Brian Marshal dan Tri Ahmad Irfan memilih pulang ke Indonesia dan membangun bisnisnya sendiri. Baik Brian maupun Irfan melihat adanya potensi dan peluang yang besar untuk berinovasi dengan teknologi di Indonesia.
Dan saat ini, setelah sempat menimba pengalaman di Singapura, Brian (Founder dan CEO, SIRCLO) telah sembilan tahun membangun perusahaan teknologi yang bergerak di bidang solusi e-commerce.
Sedangkan Irfan, sempat dua tahun berkarier di kantor pusat Twitter di San Francisco, AS, kini tengah sibuk mengembangkan Lumina, platform komunitas kerja pertama bagi pekerja kerah biru di Indonesia. Di Lumina, Irfan bertindak sebagai Co-Founder sekaligus CTO.
Sementara itu ada pula Rakina Zata Amni, yang saat ini bekerja sebagai Senior Software Engineer di Google. Ia merupakan bagian dari tim Google Chrome Security Architecture yang berlokasi di Tokyo, Jepang.
Tiga anak muda dengan karier dan pengalaman yang mungkin menjadi impian banyak anak muda di Indonesia ini adalah alumni dari ajang International Olympiad in Informatics (IOI), yaitu ajang olimpiade sains internasional di bidang informatika. Diakui oleh ketiganya bahwa ajang olimpiade sains internasional ini sedikit banyak menginspirasi dan melecut motivasi mereka dalam kiprahnya saat ini.
Di sisi lain, kesuksesan Brian, Irfan, dan Rakina ini sekaligus juga memperlihatkan potensi besar yang dimiliki anak muda Indonesia, khususnya di bidang sains dan teknologi. Hal ini menjadi penting mengingat saat ini Indonesia gencar mengakselerasi transformasi digital di berbagai bidang.
Semakin intensifnya transformasi digital tentu akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan talenta digital di tanah air. Berdasarkan riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital dalam kurun waktu 2015 hingga 2030. Itu artinya, Indonesia harus mencetak 600.000 tenaga ahli di bidang teknologi digital setiap tahunnya.
Talenta digital ini pula yang akan menjadi bagian dari growth engine bagi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan Kementerian BUMN tumbuh delapan kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan laju tersebut, pada 2030, nilai ekonomi digital bisa mencapai angka Rp4.300 triliun atau hampir 30 persen dari “kue” ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara yang totalnya diperkirakan akan mencapai US$1 triliun.
Persoalan Kuantitas dan Kualitas
Terkait kebutuhan SDM di bidang digital, selain kelangkaan dalam hal jumlah, tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah kesenjangan talenta atau talent gap. Survei LinkedIn di tahun 2019 lalu menemukan, jumlah talenta digital di tanah air hanya 0,2 persen dari total angkatan kerja. Angka itu pun memosisikan Indonesia dii urutan ke-9 dari total 11 negara yang disurvei.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR