Kemampuan ini pada khirnya akan memungkinkan jaringan beroperasi dengan daya yang lebih efisien dalam memantau kelembapan tanah dan memroses data.
“AI dapat belajar dari lingkungan, memprediksi kualitas hubungan nirkabel dan energi matahari yang masuk untuk secara efisien menggunakan energi yang terbatas dan membuat jaringan yang kuat tapi berbiaya rendah, berjalan lebih lama dan lebih andal,” ucap Ali Abedi, Principal Investigator dari studi ini dan Profesor Teknik Elektro dan Komputer di Universitas Maine, seperti dikutip dari laman umaine.edu.
Dengan AI, dari waktu ke waktu perangkat lunak tersebut akan belajar cara terbaik memanfaatkan sumber daya jaringan yang ada, sehingga sistem pun akan lebih efisien daya dan biaya lebih rendah dalam melakukan pemantauan berskala besar jika dibandingkan standar-standar industri yang ada.
Dalam studi ini, sistem memang dirancang untuk fokus pada kelembapan tanah. Namun metodologi ini sebenarnya bisa diperluas untuk jenis sensor lainnya, seperti sensor untuk kedalaman salju, suhu, dan lain-lain. Jaringannya pun bisa lebih diperluas dengan menambah lebih banyak sensor node.
Menurut Ali Abedi, monitoring real time terhadap berbagai variabel membutuhkan sampling rate dan tingkat penggunaan energi yang berbeda. “Sebuah agen AI dapat mempelajari hal-hal ini dan menyesuaikan pengumpulan data dan frekuensi transmisi, jadi tidak perlu melakukan sampling dan mengirim setiap data point karena itu tidak efisien,” pungkas Ali Abedi.
Mengenal Dimitri Josephine Sahertian, Instruktur Unreal Engine Kebanggaan Indonesia
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR