Lanskap industri teknologi, khususnya perusahaan rintisan (startup), tengah menjadi sorotan kuat oleh media karena sedang berada di situasi winter (musim dingin).
Mayoritas perusahaan startup biasanya mengandalkan pendanaan dari pihak eksternal, dan saat pendanaan tersebut berhenti, beberapa bisnis terpaksa melakukan lay-off atas sejumlah aset, demi menyeimbangkan arus kas.
Musim dingin ini menjadi tantangan bagi para startup dalam menyesuaikan strategi bisnis, termasuk sistem keamanan siber mereka agar dapat bertahan.
Hal tersebut dilakukan agar startup dapat menghindari ancaman mendadak pada keamanan data mereka, terutama saat perusahaan sedang dalam kondisi yang kurang prima.
Tingkat ekonomi digital Indonesia berpotensi untuk meningkat hingga Rp4,531 triliun pada 2030, dari Rp632 triliun pada 2020.
Ekonomi digital berbasis internet di Indonesia juga diproyeksikan tumbuh lebih besar lagi, dengan angka estimasi mencapai lebih dari Rp 2,279 triliun pada 2025.
Sebagai bagian dari ekonomi kreatif, startup memiliki pondasi yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dan menjadi salah satu aspek penting bagi ekonomi negara secara keseluruhan.
Di waktu bersamaan, dukungan dari pemerintah Indonesia pada upaya digitalisasi dan ekspansi ekosistem startup telah mendorong sejumlah talenta luar biasa dari Tanah Air untuk membangun startup.
Namun demikian, meskipun startup telah berkembang pesat di Indonesia, banyak risiko siber yang mengintai seiring dengan pertumbuhan tersebut.
Risiko serangan siber juga semakin meningkat di tengah tech winter yang menyebabkan perubahan besar dalam struktur organisasi, anggaran, dan pergantian karyawan perusahaan startup.
Mengomentari situasi saat ini dan sejalan dengan momentum Cybersecurity Awareness Month, Adi Rusli, Country Manager, Indonesia, Palo Alto Networks mengatakan, “Pada awalnya, pandemi memperburuk risiko siber yang dihadapi oleh bisnis di Indonesia, dengan lebih banyak orang bekerja dari rumah dan perusahaan mulai banyak berinvestasi dalam sarana digital.”
“Namun, baru-baru ini, ada tekanan tambahan pada para startup yang membutuhkan waktu, perhatian dan anggaran untuk mengusahakan bisnis mereka agar tetap menguntungkan, sehingga mengurangi fokus pada keamanan siber. Ini berarti banyak startup yang mungkin belum mempertimbangkan sumber daya mereka untuk memperbarui kapabilitas keamanan siber mereka, serta mengantisipasi potensi serangan yang terus berkembang,” sambungnya.
Fokus startup pada keamanan siber sangat bergantung pada industri startup tersebut. Perusahaan yang bergerak di industri dengan regulasi ketat, seperti keuangan dan kesehatan, pada umumnya sangat menyadari risiko dan ancaman keamanan.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR