Pandemi mereda, cara kerja hybrid atau hybrid working pun digadang-gadang sebagai the future of work. Apa kata perusahaan global seperti Red Hat tentang cara kerja yang kian banyak diadopsi oleh berbagai organisasi ini?
Cara kerja jarak jauh (remote working) maupun hybrid working bukan hal baru bagi Red Hat. ”Karena ‘open’ telah menjadi DNA kami selama 30 tahun terakhir. Dan kesuksesan Red Hat ini berkat kolaborasi kami dengan komunitas, mitra, dan pelanggan yang bertemu secara virtual. Ada jutaan pengembang di Red Hat yang selama 30 tahun terakhir sudah bekerja sama tanpa harus pergi ke kantor dan bertemu satu sama lain,” jelas Albert Chai, General Manager, RoSEA, Red Hat.
Albert menyebut dirinya sebagai contoh nyata dari cara kerja yang disebut future work. “Saya menjalankan operasional dan bisnis perusahaan untuk ASEAN, kecuali Singapura, secara remote. Bahkan saya satu-satunya orang yang bekerja dari Kuala Lumpur untuk posisi yang seharusnya berbasis di Singapura,” ujarnya.
Kalaupun ada hal baru dalam cara kerja di Red Hat, menurut Albert, adalah proses keterbukaanya. “Kita tentu tidak bisa hanya memiliki teknologi yang lebih baik tapi tanpa proses yang baru. Misalnya, kami melakukan digitalisasi terhadap banyak proses transaksi bisnis internal, dan pastinya banyak berkolaborasi dengan mitra dan pelanggan kami,” kata Albert.
Ia juga mencontohkan hal baru yang dilakukan Red Hat pasca pandemi,yaitu praktik open innovation. Melalui praktik ini, Red Hat, para mitra, dan pelanggan berbagi cara-cara kolaborasi yang lebih lebih efektif dan efisien dari aspek manusia, proses, dan teknologinya.
Albert Chai juga membeberkan hal-hal positif yang bisa diraih perusahaan melalui cara kerja baru ini. Pertama adalah produktivitas. Karyawan memiliki fleksibilitas untuk tidak harus ke kantor sehingga tidak harus menghabiskan waktu dan tenaga di perjalanan.
Hal positif lainnya adalah inklusivitas. “Lebih banyak perempuan dapat berpartisipasi di tempat kerja yang sebelumnya tidak mungkin mereka lakukan misalnya karena harus menjaga anak atau mempunya komitmen dengan keluarga,” jelas Albert dalam sebuah sesi wawancara khusus dengan InfoKomputer di Jakarta.
Ia menceritakan pengalaman pribadinya tentang mantan karyawan perempuan yang kembali bekerja karena praktik kerja yang lebih fleksibel ini. “Selama tiga tahun ia berhenti kerja karena harus mengasuh anak-anaknya. Dia sempat kerja paruh waktu selama satu setengah tahun kemarin, dan akhirnya sekarang bergabung kembali sebagai karyawan full time. Itu salah satu contoh ibu yang kembali kerja di kantor di usia 40 tahun,” cerita Albert.
Dengan cara kerja yang lebih fleksibel ini, para pekerja perempuan dapat mengintegrasikan tugas kantor dan pekerjaan rumah tangga dengan baik, dan dapat memilih untuk bekerja kapan saja.
Cara kerja yang lebih fleksibel juga mendorong kolaborasi yang lebih efektif. “Ya, karena tidak semua orang bisa berada di tempat yang sama. Misalnya, kami punya tenaga ahli di Singapura dan Amerika. Jika kami harus bertemu secara fisik tentu tidak memungkinkan. Tapi dengan perubahan ini, kita bisa lebih baik dalam berkolaborasi,” kata Albert.
Di Indonesia sendiri, Country Manager, Red Hat Indonesia, Vony Tjiu menyatakan, ia tidak melihat adanya tantangan yang signifikan dalam penerapan cara kerja baru ini, terutama dari sisi produktivitas. “Nyatanya, kami terus tumbuh di Indonesia,” ujar Vony.
Bagaimana strategi return-to-office yang diterapkan Red Hat? Menurut Vony, tidak ada strategi khusus yang diterapkan oleh Red Hat tapi perusahaan hanya memberikan kebebasan pada karyawan untuk bekerja di kantor, di rumah, atau di mana saja.
“Tidak ada tekanan bahwa karyawan harus kembali bekerja di kantor. Seperti kita ketahui, ada perusahaan yang mewajiban karyawan untuk bekerja misalnya dua atau tiga kali seminggu di kantor. Kami tidak ada kebijakan tersebut, tapi (kami berikan) kebebasan (pada karyawan) untuk datang ke kantor atau tidak. Kita bisa bekerja di mana saja,” jelasnya.
Red Hat dan juga banyak perusahaan lainnya memilih untuk memberikan lebih banyak kebebasan pada karyawan. Hal ini, menurut Albert Chai, karena konsep bekerja sejatinya adalah suatu hal yang kita kerjakan, bukan soal tempat yang kita harus datangi.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR