Begitu pula untuk jumlah individu unik pengguna telepon seluler. Menurut We Are Social dan Hootsuite, jumlah individu unik pengguna telepon seluler pada kuartal kedua tahun 2022 adalah sekitar 5,44 miliar; sedangkan pada pada kuartal kedua tahun 2021 adalah sekitar 5,26 miliar. Bisa dibilang, dalam waktu 1 tahun, jumlah individu unik pengguna telepon seluler di dunia bertambah sebanyak 180 juta.
Sementara, di Indonesia, menurut data BPS, porsi individu yang menggunakan internet di tanah air pada tahun 2019 adalah sebanyak 47,69% populasi. Sebelumnya, porsi individu yang menggunakan internet di tanah air pada tahun 2017 hanya sebanyak 32,34% populasi. Adapun menurut data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan sejumlah 266,9 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan sejumlah 261,9 juta jiwa. Dengan kata lain, dalam waktu sekitar 2 tahun, jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah sekitar 42,6 juta individu.
Adapun untuk porsi masyarakat (perkotaan + perdesaan) Indonesia yang memiliki/menguasai telepon seluler disebutkan BPS sebesar 65,87% pada tahun 2021. Porsi itu meningkat dari 63,53% pada tahun 2019. Bila jumlah penduduk Indonesia sepanjang tahun 2019 sampai tahun 2021 adalah tetap, porsi masyarakat Indonesia yang memiliki/menguasai telepon seluler meningkat sekitar 2,34%. Pada kenyataannya, jumlah penduduk Indonesia adalah meningkat. BPS memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 sebanyak hampir 272,9 juta jiwa.
Jumlah Cyber Attack Meningkat dan Kerugiannya Besar
Seperti telah disebutkan, makin banyaknya cyber attack belakangan ini membuat cyber security sekarang bertambah penting. Selain dari laporan Check Point dan Deep Instinct di atas, meningkatnya jumlah cyber attack di dunia juga tergambar dari laporan yang dikeluarkan Kaspersky, tepatnya Kaspersky Security Bulletin. Sementara, khusus Indonesia tercermin dari laporan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara).
Menurut Kaspersky Security Bulletin 2021, solusi Kaspersky berhasil menghentikan alias mengeblok sejumlah hampir 687,9 juta cyber attack yang diluncurkan dari sumber daya daring secara global sejak bulan November tahun 2020 sampai bulan Oktober tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Berdasarkan Kaspersky Security Bulletin 2020, solusi Kaspersky berhasil menghentikan sekitar 666,8 juta cyber attack yang diluncurkan dari sumber daya daring secara global sejak bulan November tahun 2019 sampai bulan Oktober tahun 2020. Terdapat peningkatan cyber attack yang tercatat Kaspersky sekitar 3,16% pada November 2020 - Oktober 2021 dibandingkan November 2019 - Oktober 2020.
Adapun menurut BSSN, pada tahun 2022 terdapat sekitar 976 juta cyber attack di Indonesia. Jumlah tersebut memang menurun dibandingkan yang tercatat pada tahun 2021. Pada tahun 2021, BSSN mencatat sekitar 1,6 miliar cyber attack di Indonesia. Namun, jumlah cyber attack di tanah air pada tahun 2022 itu masih jauh lebih tinggi dari tahun 2020. Menurut BSSN, pada tahun 2020 bersangkutan terdapat cyber attack dengan jumlah sekitar 495 juta di Indonesia. Bila dibandingkan tahun 2020, jumlah cyber attack di Indonesia pada tahun 2022 bertambah 97,17% alias menjadi hampir dua kalinya.
Tak sekadar jumlah cyber attack yang meningkat, kerugian yang dihasilkan cyber attack yang berhasil pun bisa besar. Kerugian besar yang bisa ditimbulkan cyber attack menjadi faktor lain yang membuat cyber security sekarang bertambah penting. Ambil contoh dugaan cyber attack yang dialami Acer pada Maret 2021. Acer memang tidak mengonfirmasi dugaan tersebut, tetapi juga tidak menyatakan bahwa dugaan itu adalah salah. Andai benar, cyber attack oleh REvil terhadap Acer ini melibatkan permintaan ransom alias tebusan sebesar US$50 juta. Bukan sekadar besar, menurut BleepingComputer, US$50 juta adalah nilai tebusan tertinggi yang diketahui saat itu; tidak semua perihal tebusan ransomware dibuka ke publik.
Secara keseluruhan, kerugian yang dihasilkan cyber attack yang berhasil juga tinggi. Mengutip Statista, kerugian dari cyber attack yang berhasil, termasuk biaya penanganannya, diprediksikan akan mencapai US$23,82 triliun secara global pada tahun 2027. Dibandingkan tahun 2018, kerugian tersebut jumlahnya terus meningkat. Bila pada tahun 2018, kerugian secara global dari cyber attack yang dimaksud ditaksir sekitar US$860 miliar, pada tahun 2019 kerugiannya ditaksir sekitar US$1,19 triliun, dan pada tahun 2022 lalu kerugiannya diperkirakan sekitar US$8,44 triliun.
Spesifik Indonesia, mengutip Microsoft, berdasarkan studi Frost & Sullivan yang dilakukan pada tahun 2018, potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh cyber attack yang berhasil bisa mencapai US$34,2 miliar. Besarnya nilai kerugian tersebut adalah lebih dari 3% PDB Indonesia pada tahun 2018.